Skip to main content

Posts

Showing posts from 2022

Greatest of All Time

Lukislah aku dengan warna biru sehingga seluruh pilumu itu segera luruh. Nantinya, tidak perlu ada lagi rahasia pada bulan yang kautitip seorang diri. Berlarilah, temui aku di sebuah taman pada jam dua belas malam bersama dengan kunang-kunang dan aku akan memeluk kerangka tubuhmu dengan batas kain dari sweterku. Kemudian kau boleh menangis di bahuku, menjatuhkan seluruh asterik-asterik yang ada pada bola matamu. Jadilah komet yang menabrak bentala dengan sengajaーkau tidak lari lagi dari luka di tubuhmuーuntuk semalam saja. Kau berhak untuk bebas dan menjadi apa yang kau mau. Kemudian aku di sini rela menjadi sebuah kanvas yang kaulukis, kaurobek, kaubakar, atau kauhujam dengan seribu tetes air netra. Hingga nanti wujudku tidak karuan, maka menjadi seni buatanmu adalah sebuah privilage pada garis tanganku. Aku rela, sungguh, untuk menjadi tempatmu mengadu keluh, menulis darah, atau berteriak untuk segera dibunuh. Namun sayang bukan engkau yang akan mati menuju mair nanti, tet

Trilogi

/ Biru — Aku / Tuhan menciptakan aku lewat deru air mata. Bisa dibilang aku lahir di kala Ia sedang menangis dengan hebat. Aku juga adalah aliran sungai yang mengalir pada kering pipimu. Merindukan samudra dengan teramat-berat hingga menyesak relung di dada. Netraku selalu basah, lupa tentang bagaimana rasanya menjadi tenang dan dicinta. Samudraku selalu diterjang badai tanpa hentiーribuan tragedi mengisi jiwaku sedari kecil. Katanya, aku ini adalah pilu yang paling membiru. Semua puisiku hanya mengundang tangis tiada jeda, hujan pun dibuatnya menjadi tidak pernah reda. Katanya aku ini adalah mesin pembuat memori. Padahal nyatanya, semuanya kukenang abadi dalam sepi dan sunyi. Katanya aku ini adalah hujan di dalam mimpi. Jikalau demikian, lantas mengapa kau membuat air mata ini menderai di kala kau pergi. / Merah — Kamu / Aku menelan amarah, memupuk bara api, memeluk darah, dan segalanya tentangku adalah sesuatu yang membuatmu memohon patah. Hadirku adalah sesuatu yang memba

Asa

Kadang kita ingin memiliki semuanya. Tapi sebenarnya, kita hanya butuh seseorang yang bisa membuat kita merasa nyaman. Seseorang yang rela menyembunyikan sedihnya agar kita tak sedih. Kamu harus pahami satu hal penting yang kurahasiakan. Kamu paham bagaimana susahnya aku meyakinkanmu. Kenanglah kita meski tidak begitu sempurna. Meski hanya sedih-sedih yang tersisa. Kita hanyalah hal-hal yang gagal untuk bertahan. Sesuatu yang selalu aku semogakan tetapi tak pernah diwujudkan. Sesuatau yang selalu aku doakan tetapi tak semuanya dikabulkan. Raga akan menghilang, tetapi cinta akan selalu dikenang. Tawa yang terlepas tanpa ada makna, cerita lama yang selalu dibawa; Diam-diam hati ini mengerti Teringat dan jadi ciri tentangmu, tentangmu. Tak ada canda, tak ada sapa. Semua mimpi tinggi dan segala drama dijadikan canda, dikeluh bersama.Terkadang-kadang mata bicara, Seakan-akan semua rahasia. Jangan memendam luka, sebab bisa saja tumbuh menjadi dendam dan melahirkan lagi luka. Seba

Pukah

Malam mengetuk jendela sepi yang mendekap tubuhnya sendiri, dibisikannya partitur hampa pengiring elegi atas dua hulu sungai yang tengah bermonolog dengan takdirnya. Bibir ini masih terpasung kenyataan, enggan bergumam mengutarakan gelisah atau mencari lengan ibu untuk sekadar basa-basi Maa, anakmu patah hati. Namun, itu hanya bagian dari elegi. Nada yang mengalun di antara bantal yang basah, sebab dua hulu sungai telah kehilangan hilirnya. Menyisakan renjana yang mulai lapuk, pun rasa kembali remuk. Maa, anakmu patah hati. Lantas sayup-sayup hujan turun. Bukan hanya partitur hampa, kini gulita menampar lapuknya renjana. Menyajikan hidangan makan malam, ialah duka yang dikemas kerisauan. Maa, anakmu patah hati. Pada lembar monokrom kala mata terpejam, terlukis imaji dan tiap jengkal memoar yang pernah diutarakan. Menjadi penyempurna untuk renjana yang mulai lapuk, dan rasa yang benar-benar remuk. Jakarta, 07 Oktober 2022

Vas Tua

Satu hal yang paling membuatku pilu perihal dirimu adalah; kau terlalu baik dan sempurna untuk sebuah vas bunga yang retak selayaknya diriku. Perumpama sebuah wadah, bunga yang ada di dalam jiwaku hanyalah sekumpulan ranting-ranting tua yang sudah dipanggil usianya. Tidak lagi ada aroma wangi yang menggugah maupun corak warna-warni yang pastinya membuatmu jatuh hati. Sadarlah, aku ini hanyalah sebuah vas tua berisi air berwarna coklat dengan bunga mataharinya yang telah meredup. Sedang kau, perumpama lintasan jutaan bintang di galaksi yang hanya terjadi satu kali dalam satu juta tahun cahaya, kau terlahir istimewa. Sang bulan dan mentari mencium hangat jiwamu di kala pertama kau membuka mata, seakan-akan segala hal yang kau sentuh berubah menjadi emas dan berharga. Dan aku di sini pernah berharap bisa menjadi salah satu penikmat dari terbakarnya kotamu di kala sedang bermandikan jingganya sang senja. Pernah berharap menjadi seekor rusa putih yang berlarian bersama kunang-ku

Derana

Pada hujan yang datangnya riuh, namun terasa menenangkan. Ada aku di sini yang mengamati setiap rintikmu juga menikmati melodi yang kamu mainkan. Dahulu aku seringkali membicarakan tentang tanpa memikirkan bagaimana rasanya kehujanan lalu aku selalu memuji hujan tanpa tahu akibat bila menari dalam tetesan hujan. Dahulu pula aku sangat menyukai hujan tanpa tahu bila ada rindu dan kenangan yang terselip di antaranya. Hujan yang dahulu aku kira membawa ketenangan. Sekarang telah beralih membawa kenangan lalu. Setelah aku mengenal arti cinta sesungguhnya. Tiap tempyas yang menemui bumi membuatku teringat pilu yang menyakitkan bak rintikan yang menghujam luka ini semakin perih. Tapi tak apa aku tak seutuhnya membenci hujan Aku juga menikmati tiap detik memori yang tercipta saat aku dan kamu berada pada derasnya hujan kala itu. Meski itu hanya masa lalu yang telah berlalu setidaknya suka dan duka yang hujan titipkan memberiku banyak arti juga makna. Bagaimana caranya tetap dan ba

Tepat

Aku terlalu malu untuk bilang, bahwa selama ini kamu seringkali memenuhi pikiran. Masuk mimpi pun pernah, kadang-kadang. Kamu selalu datang dengan senyum yang dipandang berkali-kali pun tetap mengagumkan. Kamu tau kan? Aku tidak pernah sedalam ini menjalin hubungan. Bersamamu, rasanya pengecualian. Kamu meluluhkan separuh perasaanku dengan sikapmu yang benar-benar di luar dugaan. Kamu unik, bahkan walau hanya sedang berjalan.  Aku suka memandangimu diam-diam. Mungkin aku pun sama malunya dengan kamu jika urusan romansa dua insan. Tidak sanggup untuk menatap wajahmu dari jarak yang berdekatan. Tapi kupikir, aku agak mendingan. Tidak begitu terlihat kalau sedang mati-matian kegirangan. Aku selalu berusaha menghadapimu dari beragam sudut pandang. Kamu seringkali takut aku akan kecewa jika kamu terlambat datang dalam sebuah perjanjian pertemuan. Kamu memilih diam sepanjang perjalanan. Tanpa penjelasan. Padahal aku tidak sejahat itu untuk mudah marah pada hal yang belum pasti ke

Selamat tanggal satu

Selamat tanggal satu, Aku rindu saat-saat kita bersemayam di balik bayangan perihal kejamnya dunia dengan cara menikmati lantunan melodi. Aku rindu caramu mematri prasangka pada benak imaji nalarku, lewat tatapanmu yang menegaskan, perkataanmu yang lugas, nalarku perlahan terbias. Selamat tanggal satu, Katanya aku lebih baik mendekam dalam kelam dan sunyi, daripada harus bersuara menggelegar memperjuangkan diri. Rapi-rapi kau lebarkan lenganmu dengan cara memeluk jiwa dan ragaku. Hingga rasanya aku aman berada bersamamu. Padahal nyatanya, aku bukanlah satu yang kau simpan dengan kagum. Selamat tanggal satu, Aku rindu caramu menaruh batu bata pertama atas semuanya yang telah terjadi. Aku ingat jelas segala jejak tangan dan kaki yang kau tinggali pada tubuh seseorang secara tidak manusiawi. Aku rindu caramu memainkan aksara, hingga memanipulasi adalah hal yang kau nikmati. Selamat tanggal satu, Rasanya lidah dan ragamu itu adalah paket sempurna untuk sebuah karikatur manusia. Namun bedan

Kisah

Pada bintang, aku menceritakan segalanya tentangmu. Tepat di antara susunan konstelasi asterik yang terjaring rapi pada awan malam, suara lembutku mengisi lorong-lorong telinga Sirius dan Bellatrix. Aku merangkai seluruh bunga dan bencana perihal hadirmu di pagi buta dan malam senyap. Aku bercerita tentangmu kepada jutaan saksi cahaya atas netraku yang berbinar dan bibir bergetar. Rasanya, jikalau kujabarkan hanya dengan rangkaian suara dan aksara, maka kamus dan arsip dalam perpustakaanku sangat miskin makna. Tentangmu yang begitu paripurna, aku jatuh cinta dengan untaian rambut hitammu. Aku ingin semalam saja terdampar di dalam pulau bahasa bersama candra dan gemerlap lautan bintang hanya untuk mengenang rekaman suasana kala itu. Kau duduk di bawah pohon rindang sendirian, bergelayut dengan sejuta warna kelam, kau mendekretkan jiwa misterimu; rambutmu diusap lembut oleh anginーitu tanganku dalam wujud doa. Tentang senyummu yang cemerlang, kau mengukir cekungan selayaknya sepasang keda

Spektograf

Mungkin selama ini kita tak pernah mencari tahu lebih jauh, dalam memaknai kata menunggu.  Mungkin selama ini kita tak sungguh-sungguh ingin terjadinya sebuah temu. Karena kita terlelap dengan persepsi bahwa menunggu hanyalah penantian tanpa tindakan. Hingga kita lupa, menunggu tak pernah semudah itu, namun sebenarnya, menunggu mengharuskan kita untuk bergerak, guna melenyapkan batas yang diciptakan oleh sang jarak. Menunggu bagaikan dua anak manusia yang sedang mendaki di sebuah gunung tak bernama. Sayangnya, pendakian itu bukanlah dua pasang kaki yang berjalan seiring, melainkan kau yang berada di bawah seorang diri, dan ia yang kau cintai berada jauh di suatu tempat yang lebih tinggi.  Sehingga membuatmu mengadahkan pandangan untuk melihatnya, bahkan tak jarang kabut menghilangkannya dari pandangmu, dan membuatmu merasa seakan semakin jauh untuk bersamanya. Terlalu kecil kemungkinan seseorang yang berada di atasmu bersedia untuk turun menghampirimu. Maka kau lah yang har

Biru

Bagiku tiada yang cuma-cuma. Ketika semesta berani menaruh percaya, memberimu sebagai bukti bahwa apa yang pernah aku anggap telah mati kelak akan hidup kembali. Segala jenis tanda yang disertai tanya mengapa rasa ini perlahan dengan pasti tumbuh di tiap harinya, adalah yang tidak kuketahui. Ketika aku memilih untuk tanpa henti memahami dan dengan sabar menyelami, aku telah tiba pada rasa yang selama ini dinanti. Rasa ingin tahu yang beranjak menjadi hobi dalam keseharian, mencari tahu apa-apa saja suka duka di tiap waktumu. Menginginkan berjuta lebih informasi mengenai riuh rendah atau sunyi senyap pada siang malammu. Dan tentang bahagiamu yang kini tidak lagi aku. Lantas bila kau bertanya mengapa jalan ini yang terjadi, ketahuilah aku pun tidak pernah menghendaki. Hanya saja yang kutahu, segala ketidak-tuntasanmu adalah yang ingin aku selesaikan, juga perihal harap dalam maya atau nyata adalah apa yang tengah aku rancang untuk masa depan. Menghilangkan keraguan demi m

Tanpa Tanda Baca

aku akan tetap mencintaimu, seperti laut yang tak pernah selesai dengan tangisnya. akan kubiarkan hatiku tenggelam, asal sedihmu redam. layaknya awan mendung, meski penuh gundah dan lara, aku akan tetap mencintaimu. tiap-tiap hujan yang mengalir ke lurah bumi, lalu ia menyentuh kulitmu, adalah upayaku untuk menemani tatkala kau sedang berduka.  tak apa, luapkan kepadaku. robek seluruh hatiku andai inginmu begitu. kendati aku belum benar-benar mengerti mengapa engkau menangis, izinkan aku merangkul seluruh dukamu hingga semuanya kembali reda. tatkala badai datang menerpa, tak akan kubiarkan kau sendirian merawat luka. genggam tanganku, lalu rebahkan tubuhmu pada pelukku. aku akan terus menopang saat kau sedang rapuh, begitu, cintaku kepadamu tak akan sesekali padam. pada bulir-bulir darahmu, ia akan terus menyala. pelan-pelan, rasakan. seluruh kehangatan yang meresap jauh ke dalam dadamu.  aku akan tetap mencintaimu, sekalipun sedihmu meledak-ledak tak kenal waktu. bilamana seisi bumi t