Skip to main content

Tepat


Aku terlalu malu untuk bilang, bahwa selama ini kamu seringkali memenuhi pikiran. Masuk mimpi pun pernah, kadang-kadang. Kamu selalu datang dengan senyum yang dipandang berkali-kali pun tetap mengagumkan.

Kamu tau kan? Aku tidak pernah sedalam ini menjalin hubungan. Bersamamu, rasanya pengecualian. Kamu meluluhkan separuh perasaanku dengan sikapmu yang benar-benar di luar dugaan. Kamu unik, bahkan walau hanya sedang berjalan. 

Aku suka memandangimu diam-diam. Mungkin aku pun sama malunya dengan kamu jika urusan romansa dua insan. Tidak sanggup untuk menatap wajahmu dari jarak yang berdekatan. Tapi kupikir, aku agak mendingan. Tidak begitu terlihat kalau sedang mati-matian kegirangan.

Aku selalu berusaha menghadapimu dari beragam sudut pandang. Kamu seringkali takut aku akan kecewa jika kamu terlambat datang dalam sebuah perjanjian pertemuan. Kamu memilih diam sepanjang perjalanan. Tanpa penjelasan. Padahal aku tidak sejahat itu untuk mudah marah pada hal yang belum pasti keburukan. Meskipun penjelasan yang kamu utarakan entah betul-betul kejadian atau kamu hanya mengarang alasan.

Kamu ingat? Sewaktu aku ingin makan sesuatu yang rupanya kita dikacaukan oleh sejuta pencarian. Sudah menempuh begitu jauh perjalanan. Alih-alih menemukan tempat makan, malah sebuah pertanyaan yang kita temukan. Akhirnya kita saling tertawa sepanjang perjalanan menuju tempat lain yang jaraknya memungkinkan.

Terima kasih untuk semua kenang yang kamu ukir dengan teramat hati-hati dalam ingatan. Kuharap kita bisa benar-benar menyatu dalam kebahagiaan beberapa tahun ke depan. Semoga kita benar-benar ditakdirkan untuk saling melengkapi kekurangan.

Dari seseorang yang hingga kini tetap mendo'akan kebaikan untukmu dari kejauhan.

____

Sepucuk surat telah selesai ku torehkan. Aku terdiam cukup lama. Kemudian berterima kasih pada Tuhan setelahnya. Karena telah mengirimkan seseorang yang begitu istimewa.

Mari berjumpa lagi setelah keadaan kembali mereda. Entah harus menunggu berapa kali purnama. Aku akan berusaha untuk terus setia.


Jakarta, 01 Juli 2022

Comments

Popular posts from this blog

Usang

Kita ialah suatu hal yang usang dan enggan asing. Menolak melupa bahwa segalanya telah kau buat. Menciptakan ilusi yang membuatku mematung. Kau, ialah sosok paling ulung. Merasuk masuk dalam relung hati yang tengah buntung. Kini dirimu layaknya fatamorgana dalam hamparan gurun di bawah sang surya. Hanya sebuah ilusi yang tak akan pernah tergapai walau seberapa kuat berusaha. Enggan digapai walau sebatas menaruh rasa. Kita, ialah sebuah usang yang enggan asing. Semakin lekang dan terus menggantung. Jakarta, 31 Juli 2023

Nama Tengah

Dari mencintaimu, aku belajar apa artinya kegagalan. Bukan berarti sebelumnya aku tidak pernah gagal. Hanya saja, baru saat mencintaimu aku sepertinya berhasil menerima rasa pahit dari kegagalan itu dengan jiwa yang lebih terbuka. Entah kenapa. Dari mencintaimu juga, aku belajar apa itu kekalahan. Tentu tidak berarti sebelumnya aku tidak pernah kalah, sudah sering, bahkan barangkali “kalah” telah menjadi nama tengahku. Hanya saja, memandang bahwa kalah adalah senjata terbaik Tuhan untuk membentuk diriku jauh lebih utuh, baru bisa kupahami setelah mengenalmu. Heran juga kenapa bisa seperti itu. Aku tidak tahu, apakah murni karena kamu ataukah memang sudah waktunya aku mendewasa dari setiap keping sakit yang menjadi koleksi dalam etalase hidupku. Barangkali begitu. Dan aku percaya, bahwa jalan ini masih begitu panjang. Patah hati bukan alasan untuk berhenti berjuang. Berjuang menata hidupku sendiri tentunya. Bukan untukmu atau untuk sesiapa di luar sana. Namun untukku, untuk

Seperti kata pak Sapardi

Di bawah hujan yang turun di bulan Juni, Ada perasaan yang mengalir bersama tetes-tetesnya, Mengalir dalam diam, menggenangi relung hati, Menghanyutkan ingatan pada sosokmu yang jauh. Hujan yang jatuh perlahan, Seperti bisikan lembut dari angkasa, Mengisi kekosongan yang hening, Menyentuh rasa yang tak terungkapkan. Setiap tetesnya adalah cerita, Tentang hari-hari yang kita lewati bersama, Tentang senyum yang pernah menghiasi senja, Namun kini hanya tinggal bayangan samar. Dalam setiap rintik hujan, Ada harapan yang kusematkan, Agar jarak yang memisahkan segera sirna, Dan kita bisa bersama lagi dalam nyata. Bulan Juni yang dingin dan lembab, Menyimpan sejuta kenangan dalam tetes airnya, Seperti hatiku yang penuh oleh ingatan, Namun tak mampu mengungkapkan isi hatinya. Di setiap deras hujan yang turun, Aku teringat pada suara tawamu, Yang mengalir seperti aliran sungai, Menenangkan setiap resah yang ada. Hujan di bulan Juni adalah saksi bisu, Perasaan yang tumbuh dalam sunyi