Skip to main content

Seperti kata pak Sapardi



Di bawah hujan yang turun di bulan Juni,
Ada perasaan yang mengalir bersama tetes-tetesnya,
Mengalir dalam diam, menggenangi relung hati,
Menghanyutkan ingatan pada sosokmu yang jauh.

Hujan yang jatuh perlahan,
Seperti bisikan lembut dari angkasa,
Mengisi kekosongan yang hening,
Menyentuh rasa yang tak terungkapkan.

Setiap tetesnya adalah cerita,
Tentang hari-hari yang kita lewati bersama,
Tentang senyum yang pernah menghiasi senja,
Namun kini hanya tinggal bayangan samar.

Dalam setiap rintik hujan,
Ada harapan yang kusematkan,
Agar jarak yang memisahkan segera sirna,
Dan kita bisa bersama lagi dalam nyata.

Bulan Juni yang dingin dan lembab,
Menyimpan sejuta kenangan dalam tetes airnya,
Seperti hatiku yang penuh oleh ingatan,
Namun tak mampu mengungkapkan isi hatinya.

Di setiap deras hujan yang turun,
Aku teringat pada suara tawamu,
Yang mengalir seperti aliran sungai,
Menenangkan setiap resah yang ada.

Hujan di bulan Juni adalah saksi bisu,
Perasaan yang tumbuh dalam sunyi,
Mengisi setiap ruang kosong dalam jiwa,
Namun tak pernah terucap dalam kata.

Setiap petir yang menggelegar di langit malam,
Adalah gemuruh perasaan yang tertahan,
Menggetarkan hati dengan kerinduan,
Namun tetap tak mampu berkata.

Hujan ini menjadi teman dalam sepi,
Menyampaikan perasaan yang tak terungkap,
Mengalir dalam derasnya air yang jatuh,
Menggambarkan betapa hatiku merindukanmu.

Dalam setiap tetes hujan yang jatuh,
Ada doa yang terucap dalam diam,
Semoga kau merasakan apa yang kurasa,
Meskipun kata-kata tak pernah tersampaikan.

Perasaan ini adalah hujan yang abadi,
Turun tanpa mengenal waktu dan musim,
Membawa kesejukan dalam kesunyian,
Namun tetap tersembunyi dalam diam.

Seperti hujan di bulan Juni yang tak terduga,
Perasaan ini datang tanpa permisi,
Menggenangi setiap sudut hati,
Namun tetap tersembunyi dalam hening.

Dalam keheningan malam yang dihiasi hujan,
Bayangmu hadir dalam setiap tetesnya,
Mengukir rasa di langit hatiku,
Namun kata-kata tetap enggan keluar.

Perasaan ini adalah nyanyian hujan,
Yang hanya bisa didengar oleh hati,
Mengalir lembut dalam setiap aliran,
Namun terbungkam dalam sunyi.

Di setiap pagi yang berselimut kabut,
Perasaan ini tetap ada, menunggu sinarmu,
Namun tetap tak terucap,
Hanya terpendam dalam relung jiwa.

Oh, betapa perasaanku padamu,
Seperti hujan di bulan Juni yang abadi,
Mengalir tanpa henti dalam hati yang bisu,
Namun tetap tak mampu tersampaikan.



Jakarta, 01 Juni 2024

Comments

Popular posts from this blog

Usang

Kita ialah suatu hal yang usang dan enggan asing. Menolak melupa bahwa segalanya telah kau buat. Menciptakan ilusi yang membuatku mematung. Kau, ialah sosok paling ulung. Merasuk masuk dalam relung hati yang tengah buntung. Kini dirimu layaknya fatamorgana dalam hamparan gurun di bawah sang surya. Hanya sebuah ilusi yang tak akan pernah tergapai walau seberapa kuat berusaha. Enggan digapai walau sebatas menaruh rasa. Kita, ialah sebuah usang yang enggan asing. Semakin lekang dan terus menggantung. Jakarta, 31 Juli 2023

Malu

Apa kau ingat tentang malam itu? Ketika langkah tak lagi searah dan kamu meninggalkanku di belakang, bersama kerapuhan, asa mengangkasa agar kau pun terluka seperti yang ditimpakan padaku Jika pun kau tak melihat kehancuran raga ini Aku meratap, berharap, kau akan merasakannya Aku tak ingin membuat drama, mengajak semua netra menyaksikan agar tahu seperti apa kisahnya Ketahuilah, aku masih ingin menyimpanmu seorang diri Bersama kepingan-kepingan hati yang berserakan, dalam hati aku berharap, kau tetap ada di sana Aku tak menyangkal ketika kau dan dia menghancurkan seluruh percayaku Sayang, tetapi semua kesakitan ku karena terlampau sibuk merajut bahagiamu Salahku tak dapat memperbaiki ketidaksempurnaan ku Kau dan dia, dan aku bersama air mata yang menusuk seperti kepingan kaca, hancur berkeping Aku berharap dapat diperbaiki, tetapi rusaknya sangat parah Hingga tiba langkahku di depan sebuah komedi putar, memandang ke atas, terjuntai pada realita... Bahkan ketika rasaku luru...