Skip to main content

Derana



Pada hujan yang datangnya riuh, namun terasa menenangkan. Ada aku di sini yang mengamati setiap rintikmu juga menikmati melodi yang kamu mainkan.

Dahulu aku seringkali membicarakan tentang tanpa memikirkan bagaimana rasanya kehujanan
lalu aku selalu memuji hujan tanpa tahu akibat bila menari dalam tetesan hujan.

Dahulu pula aku sangat menyukai hujan tanpa tahu bila ada rindu dan kenangan yang terselip di antaranya.

Hujan yang dahulu aku kira membawa ketenangan.
Sekarang telah beralih membawa kenangan lalu.
Setelah aku mengenal arti cinta sesungguhnya.

Tiap tempyas yang menemui bumi membuatku teringat pilu yang menyakitkan bak rintikan yang menghujam luka ini semakin perih.

Tapi tak apa
aku tak seutuhnya membenci hujan
Aku juga menikmati tiap detik memori yang tercipta saat aku dan kamu berada pada derasnya hujan kala itu.

Meski itu hanya masa lalu yang telah berlalu
setidaknya suka dan duka yang hujan titipkan memberiku banyak arti juga makna.

Bagaimana caranya tetap dan
bangkit kembali tegar meski jatuh
beribu-ribu kali lebih sakit daripada
sebelumnya.


Jakarta, 01 Agustus 2022

Comments

Popular posts from this blog

Usang

Kita ialah suatu hal yang usang dan enggan asing. Menolak melupa bahwa segalanya telah kau buat. Menciptakan ilusi yang membuatku mematung. Kau, ialah sosok paling ulung. Merasuk masuk dalam relung hati yang tengah buntung. Kini dirimu layaknya fatamorgana dalam hamparan gurun di bawah sang surya. Hanya sebuah ilusi yang tak akan pernah tergapai walau seberapa kuat berusaha. Enggan digapai walau sebatas menaruh rasa. Kita, ialah sebuah usang yang enggan asing. Semakin lekang dan terus menggantung. Jakarta, 31 Juli 2023

Nama Tengah

Dari mencintaimu, aku belajar apa artinya kegagalan. Bukan berarti sebelumnya aku tidak pernah gagal. Hanya saja, baru saat mencintaimu aku sepertinya berhasil menerima rasa pahit dari kegagalan itu dengan jiwa yang lebih terbuka. Entah kenapa. Dari mencintaimu juga, aku belajar apa itu kekalahan. Tentu tidak berarti sebelumnya aku tidak pernah kalah, sudah sering, bahkan barangkali “kalah” telah menjadi nama tengahku. Hanya saja, memandang bahwa kalah adalah senjata terbaik Tuhan untuk membentuk diriku jauh lebih utuh, baru bisa kupahami setelah mengenalmu. Heran juga kenapa bisa seperti itu. Aku tidak tahu, apakah murni karena kamu ataukah memang sudah waktunya aku mendewasa dari setiap keping sakit yang menjadi koleksi dalam etalase hidupku. Barangkali begitu. Dan aku percaya, bahwa jalan ini masih begitu panjang. Patah hati bukan alasan untuk berhenti berjuang. Berjuang menata hidupku sendiri tentunya. Bukan untukmu atau untuk sesiapa di luar sana. Namun untukku, untuk

Seperti kata pak Sapardi

Di bawah hujan yang turun di bulan Juni, Ada perasaan yang mengalir bersama tetes-tetesnya, Mengalir dalam diam, menggenangi relung hati, Menghanyutkan ingatan pada sosokmu yang jauh. Hujan yang jatuh perlahan, Seperti bisikan lembut dari angkasa, Mengisi kekosongan yang hening, Menyentuh rasa yang tak terungkapkan. Setiap tetesnya adalah cerita, Tentang hari-hari yang kita lewati bersama, Tentang senyum yang pernah menghiasi senja, Namun kini hanya tinggal bayangan samar. Dalam setiap rintik hujan, Ada harapan yang kusematkan, Agar jarak yang memisahkan segera sirna, Dan kita bisa bersama lagi dalam nyata. Bulan Juni yang dingin dan lembab, Menyimpan sejuta kenangan dalam tetes airnya, Seperti hatiku yang penuh oleh ingatan, Namun tak mampu mengungkapkan isi hatinya. Di setiap deras hujan yang turun, Aku teringat pada suara tawamu, Yang mengalir seperti aliran sungai, Menenangkan setiap resah yang ada. Hujan di bulan Juni adalah saksi bisu, Perasaan yang tumbuh dalam sunyi