Skip to main content

Spektograf



Mungkin selama ini kita tak pernah mencari tahu lebih jauh, dalam memaknai kata menunggu.  Mungkin selama ini kita tak sungguh-sungguh ingin terjadinya sebuah temu. Karena kita terlelap dengan persepsi bahwa menunggu hanyalah penantian tanpa tindakan.

Hingga kita lupa, menunggu tak pernah semudah itu, namun sebenarnya, menunggu mengharuskan kita untuk bergerak, guna melenyapkan batas yang diciptakan oleh sang jarak.

Menunggu bagaikan dua anak manusia yang sedang mendaki di sebuah gunung tak bernama. Sayangnya, pendakian itu bukanlah dua pasang kaki yang berjalan seiring, melainkan kau yang berada di bawah seorang diri, dan ia yang kau cintai berada jauh di suatu tempat yang lebih tinggi. 

Sehingga membuatmu mengadahkan pandangan untuk melihatnya, bahkan tak jarang kabut menghilangkannya dari pandangmu, dan membuatmu merasa seakan semakin jauh untuk bersamanya.

Terlalu kecil kemungkinan seseorang yang berada di atasmu bersedia untuk turun menghampirimu. Maka kau lah yang harus berupaya, tinggalkanlah beban ego yang melekat pada dirimu, dan mulailah melangkah tuk menemuinya. Sebab bukan tidak mungkin, saat kau berjuang untuk tiba di sampingnya, namun pada saat yang sama, ia pun sedang berjuang untuk tiba di samping seseorang yang lain.
Maka menunggulah dalam pengertian kau menunggu dalam pengupayaan, bukan sekadar dalam penantian.  

Berhentilah memiliki persepsi bahwa tak ada yang bisa dilakukan bagi seseorang yang sedang menunggu, sebab lambat laun kau akan tenggelam dalam harapan dan angan-angan. Pada keadaan itulah, kau akan merasa begitu lelah, dan menyerah sebab kau mengambil sikap yang salah.

Hingga akhirnya kau pun memahami, bahwa menunggu bukanlah penantian dalam sunyi, justru ia adalah gerak tanpa bunyi. Menunggu bukanlah tak bisa melakukan apa pun, justru ia harus mengerahkan seluruh upaya untuk melakukan apa pun. 

Menunggu bukanlah sekadar menanti,
justru ia adalah upaya untuk menemui.



Jakarta, 01 April 2022

Comments

Popular posts from this blog

Seperti kata pak Sapardi

Di bawah hujan yang turun di bulan Juni, Ada perasaan yang mengalir bersama tetes-tetesnya, Mengalir dalam diam, menggenangi relung hati, Menghanyutkan ingatan pada sosokmu yang jauh. Hujan yang jatuh perlahan, Seperti bisikan lembut dari angkasa, Mengisi kekosongan yang hening, Menyentuh rasa yang tak terungkapkan. Setiap tetesnya adalah cerita, Tentang hari-hari yang kita lewati bersama, Tentang senyum yang pernah menghiasi senja, Namun kini hanya tinggal bayangan samar. Dalam setiap rintik hujan, Ada harapan yang kusematkan, Agar jarak yang memisahkan segera sirna, Dan kita bisa bersama lagi dalam nyata. Bulan Juni yang dingin dan lembab, Menyimpan sejuta kenangan dalam tetes airnya, Seperti hatiku yang penuh oleh ingatan, Namun tak mampu mengungkapkan isi hatinya. Di setiap deras hujan yang turun, Aku teringat pada suara tawamu, Yang mengalir seperti aliran sungai, Menenangkan setiap resah yang ada. Hujan di bulan Juni adalah saksi bisu, Perasaan yang tumbuh dalam sunyi...

Usang

Kita ialah suatu hal yang usang dan enggan asing. Menolak melupa bahwa segalanya telah kau buat. Menciptakan ilusi yang membuatku mematung. Kau, ialah sosok paling ulung. Merasuk masuk dalam relung hati yang tengah buntung. Kini dirimu layaknya fatamorgana dalam hamparan gurun di bawah sang surya. Hanya sebuah ilusi yang tak akan pernah tergapai walau seberapa kuat berusaha. Enggan digapai walau sebatas menaruh rasa. Kita, ialah sebuah usang yang enggan asing. Semakin lekang dan terus menggantung. Jakarta, 31 Juli 2023

Malu

Apa kau ingat tentang malam itu? Ketika langkah tak lagi searah dan kamu meninggalkanku di belakang, bersama kerapuhan, asa mengangkasa agar kau pun terluka seperti yang ditimpakan padaku Jika pun kau tak melihat kehancuran raga ini Aku meratap, berharap, kau akan merasakannya Aku tak ingin membuat drama, mengajak semua netra menyaksikan agar tahu seperti apa kisahnya Ketahuilah, aku masih ingin menyimpanmu seorang diri Bersama kepingan-kepingan hati yang berserakan, dalam hati aku berharap, kau tetap ada di sana Aku tak menyangkal ketika kau dan dia menghancurkan seluruh percayaku Sayang, tetapi semua kesakitan ku karena terlampau sibuk merajut bahagiamu Salahku tak dapat memperbaiki ketidaksempurnaan ku Kau dan dia, dan aku bersama air mata yang menusuk seperti kepingan kaca, hancur berkeping Aku berharap dapat diperbaiki, tetapi rusaknya sangat parah Hingga tiba langkahku di depan sebuah komedi putar, memandang ke atas, terjuntai pada realita... Bahkan ketika rasaku luru...