Satu hal yang paling membuatku pilu perihal dirimu adalah; kau terlalu baik dan sempurna untuk sebuah vas bunga yang retak selayaknya diriku.
Perumpama sebuah wadah, bunga yang ada di dalam jiwaku hanyalah sekumpulan ranting-ranting tua yang sudah dipanggil usianya. Tidak lagi ada aroma wangi yang menggugah maupun corak warna-warni yang pastinya membuatmu jatuh hati. Sadarlah, aku ini hanyalah sebuah vas tua berisi air berwarna coklat dengan bunga mataharinya yang telah meredup.
Sedang kau, perumpama lintasan jutaan bintang di galaksi yang hanya terjadi satu kali dalam satu juta tahun cahaya, kau terlahir istimewa. Sang bulan dan mentari mencium hangat jiwamu di kala pertama kau membuka mata, seakan-akan segala hal yang kau sentuh berubah menjadi emas dan berharga.
Dan aku di sini pernah berharap bisa menjadi salah satu penikmat dari terbakarnya kotamu di kala sedang bermandikan jingganya sang senja. Pernah berharap menjadi seekor rusa putih yang berlarian bersama kunang-kunang di rimbunnya hutanmu. Aku pernah berharap, entah syukur atau celakanya, itu terkabul.
Untuk sepersekian waktu dalam hidupku mungkin, aku pernah tahu bagaimana rasanya menjadi emas dan harta karun. Untuk sekali dalam pertama hidupku, jantung jiwaku pernah kau genggam penuh. Semuanya terurai rapi seperti puisi dan sajak yang kutulis ini. Untuk pertama kalinya juga, aku pernah berkelana pada jalan-jalan sepi kotamu di malam yang sunyi, pernah terbuai oleh tarian kunang-kunangmu.
Untuk pertama kalinya, vas retak yang tak pernah merasakan jatuh, kali ini berserak-serak tak karuan.
Vas tua sepertiku tidak kuasa menahan rangkaian bunga sebesar dan semegah dirimu. Aku mungkin tak pantas.
Hingga semua yang awalnya kulihat sebagai anugerah berakhir pada sebuah kepergian yang ku paksa. Aku tahu tempat paling gelap pada sudut kotamu, berapa banyak kuburan yang terbentuk tepat di dalam hutanmu, dan semua senja yang tadinya ku puja, tidak akan pernah lagi sama. Segala kurang dan lemahnya dirimu, pernah kutemui, tapi bagiku kau tetap menawan hati.
Akunya saja yang tidak bisa bersanding.
Dan lagi,
Apalah pula sajak ini, tidak tahu jalannya menuju syukur atau hancur.
Jakarta, 01 September 2022
Comments
Post a Comment