Skip to main content

Posts

Showing posts from 2023

Usang

Kita ialah suatu hal yang usang dan enggan asing. Menolak melupa bahwa segalanya telah kau buat. Menciptakan ilusi yang membuatku mematung. Kau, ialah sosok paling ulung. Merasuk masuk dalam relung hati yang tengah buntung. Kini dirimu layaknya fatamorgana dalam hamparan gurun di bawah sang surya. Hanya sebuah ilusi yang tak akan pernah tergapai walau seberapa kuat berusaha. Enggan digapai walau sebatas menaruh rasa. Kita, ialah sebuah usang yang enggan asing. Semakin lekang dan terus menggantung. Jakarta, 31 Juli 2023

Terimakasih Juni

apakah kau pernah dengar soal hujan dengan tanah? bagaimana bisa kedua hal itu dapat begitu terhubung apakah kau pernah tau betapa berharganya hujan bagi tanah? apa kau dapat menyadari betapa pentingnya tanah bagi hujan? seolah terdengar aneh memang, seolah masih melihat tatapan yang sama ketika melihat hujan tapi jika diingat.. tanpa hadirnya hujan tanah tidak dapat menghidupi apa yang tumbuh di atasnya begitupun hujan, tanpa adanya tanah hujan pun tidak dapat mengihdupi apa yang tumbuh di atas daratan dengan hadirnya hujan tanaman dapat seolah menari dan menghiasi bumi dengan adanya hujan membuat arti kehidupan sesungguhnya sama halnya dengan tanah.. dengan hadirnya tanah deburan ombak dapat seolah bernyanyi dengan hadirnya tanah pula dapat melengkapi nanyian serta tarian ombak di tengah sunyi sungguh, banyak yang mati karena kekeringan karena hujan tak kunjung datang sungguh, banyak yang mati karena erupsi karena tanah tak lagi mampu berdiri dan sungguh, jangan paksa kit

Nama Tengah

Dari mencintaimu, aku belajar apa artinya kegagalan. Bukan berarti sebelumnya aku tidak pernah gagal. Hanya saja, baru saat mencintaimu aku sepertinya berhasil menerima rasa pahit dari kegagalan itu dengan jiwa yang lebih terbuka. Entah kenapa. Dari mencintaimu juga, aku belajar apa itu kekalahan. Tentu tidak berarti sebelumnya aku tidak pernah kalah, sudah sering, bahkan barangkali “kalah” telah menjadi nama tengahku. Hanya saja, memandang bahwa kalah adalah senjata terbaik Tuhan untuk membentuk diriku jauh lebih utuh, baru bisa kupahami setelah mengenalmu. Heran juga kenapa bisa seperti itu. Aku tidak tahu, apakah murni karena kamu ataukah memang sudah waktunya aku mendewasa dari setiap keping sakit yang menjadi koleksi dalam etalase hidupku. Barangkali begitu. Dan aku percaya, bahwa jalan ini masih begitu panjang. Patah hati bukan alasan untuk berhenti berjuang. Berjuang menata hidupku sendiri tentunya. Bukan untukmu atau untuk sesiapa di luar sana. Namun untukku, untuk

Malu

Apa kau ingat tentang malam itu? Ketika langkah tak lagi searah dan kamu meninggalkanku di belakang, bersama kerapuhan, asa mengangkasa agar kau pun terluka seperti yang ditimpakan padaku Jika pun kau tak melihat kehancuran raga ini Aku meratap, berharap, kau akan merasakannya Aku tak ingin membuat drama, mengajak semua netra menyaksikan agar tahu seperti apa kisahnya Ketahuilah, aku masih ingin menyimpanmu seorang diri Bersama kepingan-kepingan hati yang berserakan, dalam hati aku berharap, kau tetap ada di sana Aku tak menyangkal ketika kau dan dia menghancurkan seluruh percayaku Sayang, tetapi semua kesakitan ku karena terlampau sibuk merajut bahagiamu Salahku tak dapat memperbaiki ketidaksempurnaan ku Kau dan dia, dan aku bersama air mata yang menusuk seperti kepingan kaca, hancur berkeping Aku berharap dapat diperbaiki, tetapi rusaknya sangat parah Hingga tiba langkahku di depan sebuah komedi putar, memandang ke atas, terjuntai pada realita... Bahkan ketika rasaku luru

Kemarau

Merupakan sebuah fenomena yang niskala. Bagaimana sebuah nama anak manusia, hanya dengan menyebutnya saja, mampu membuat jantungmu begitu berdarah dan mendambakan sebuah sejarah usang untuk kembali menjadi ada dan nyata. Ketika mendung masih setia menjadi atap rumah kita, musim kemarau telah sampai di pelupuk mataku; merenggut hujan.    Bayangmu tak lagi subur; daunmu         gugur; rantingmu patah, akarmu           enggan mengakar dan kau tumbang               —riang mengecup kepergian.                Selepas hujan di mataku menumpahkan amarah paling jujur, kau paksa mendung untuk lupa bagaimana caranya berkabung.     —dan aku gagal menjaga degupmu. Kini, pada mata yang punggungnya retak dicumbu kemarau, aku merawat nyala api dari bayangmu yang mengering; Mengusir dingin di pekatnya hening yang enggan berpaling. Dan, dalam realitasku fenomena itu melibatkan satu nama. Milikmu. Jakarta, 01 Maret 2023

Luput

Kenyataan menghampiriku berkali-kali Pesan yang dia bawa membuatku bosan mendengarkan Kata itu terus disampaikan Dan aku masih tidak bisa paham mengapa harus demikian Kenyataan bilang, "keliru" Katanya Keliru, kalau aku menyambutmu dengan kelapangan tanpa satu pun dinding yang menyembunyikan satu dua hal Keliru, kalau aku terkelit perasaan nyaman dengan hadirmu yang sangat sedikit dibandingkan hilang Keliru, kalau aku menunggumu dengan penuh keyakinan seolah kamulah harapan walau yang mungkin datang hanya kekecewaan Keliru, kalau aku bilang tidak ada yang bisa membawakanku bahagia seluas yang kamu berikan Keliru, kalau aku masih belum bisa menerimamu sebagai masa lalu Kenyataan terus bilang, keliru, keliru, keliru. Sampai pada saat ini, hatiku tidak bisa bilang kalau itu keliru, karena aku tau semuanya kuperkenankan dengan sadar Jakarta, 27 Februari 2023

Jelaga

ada kalanya, aku hanya ingin diam. tanpa melakukan apapun, tanpa hujan pertanyaan. Berdiskusi dengan isi hati— musuh terbesar logika. Mengabaikan sikap dewasa dan membebaskan ego yang selalu memberontak karena tidak pernah diberi kesempatan untuk menunjukkan keberadaannya.  Menangisi semua hal yang telah terjadi.  Mengutuk segala yang telah memaksaku membangun jarak di antara aku dengan dunia, sembari menghukum mereka yang telah menghancurkan diriku dengan perbuatan dan kata-kata, lalu merebut sesuatu yang paling berharga dari beberapa orang, sebanyak mereka melakukannya dulu. jika saja misalnya aku bisa... ingin aku menghentikan waktu dan memutarnya kembali ke belakang.  mencegah hari-hari buruk itu datang sehingga tidak perlu ada meski aku tahu bahwa tidak akan pernah ada jawaban yang tepat dan benar dari perspektif manusia. dan sangat sadar, bahwa tidak ada gunanya mengemban luka dan duka yang telah tertancap begitu lama. walaupun begitu, meskipun begitu. hati ini terus