Skip to main content

Malu



Apa kau ingat tentang malam itu?
Ketika langkah tak lagi searah dan kamu meninggalkanku di belakang,
bersama kerapuhan,
asa mengangkasa agar kau pun terluka seperti yang ditimpakan padaku

Jika pun kau tak melihat kehancuran raga ini
Aku meratap, berharap,
kau akan merasakannya

Aku tak ingin membuat drama,
mengajak semua netra menyaksikan agar tahu seperti apa kisahnya

Ketahuilah, aku masih ingin menyimpanmu seorang diri
Bersama kepingan-kepingan hati yang berserakan, dalam hati aku berharap, kau tetap ada di sana

Aku tak menyangkal ketika kau dan dia menghancurkan seluruh percayaku

Sayang, tetapi semua kesakitan ku karena terlampau sibuk merajut bahagiamu

Salahku tak dapat memperbaiki ketidaksempurnaan ku

Kau dan dia,
dan aku bersama air mata yang menusuk seperti kepingan kaca,
hancur berkeping

Aku berharap dapat diperbaiki, tetapi rusaknya sangat parah

Hingga tiba langkahku di depan sebuah komedi putar,
memandang ke atas,
terjuntai pada realita...

Bahkan ketika rasaku luruh, aku tetap tidak bisa tanpamu
Menyakitiku pun tak cukup untuk membuatku inginkan jauh darimu

Bertahun bangun ruang untukmu, 
bertahan tak dapat jadi akhir, tapi
Tuhan tahu dua pasang kaki ku tak dapat berpijak sendiri tanpamu

Tak bisakah kau dengar itu?

Membunuhmu di dalam kepala, tak dapat menghilangkan hadirmu dalam denyut


Jakarta, 01 April 2023

Comments

Popular posts from this blog

5%

Dia selalu datang ketika langit mulai kehilangan birunya, ketika senja merangkak pelan dari balik jendela. Seperti daun yang jatuh tak memilih tanah, begitu pula dirinya—tak pernah memilih untuk berhenti meminta, berharap, atau berdoa. Entah sejak kapan angka itu melekat dalam benaknya: lima persen. Sebuah fraksi yang mungkin bagi banyak orang tak berarti apa-apa, tapi baginya, itu adalah seluruh ruang yang tersisa di antara kepastian dan kehampaan.   Dunia ini luas, pikirnya. Setiap detik, ada jutaan tangan terkatup, jutaan bibir berbisik permintaan. Tapi dari semua itu, hanya segelintir yang sampai—seperti butiran debu yang tersaring oleh angin, hanya sedikit yang benar-benar menempel. mendapat lima persen.   Lima persen mungkin terkesan kecil, tapi kalau itu adalah lima persen dari seluruh dunia, dari seseorang yang tak pernah berhenti memintanya—maka itu bukan lagi sekadar angka. Itu adalah sisa cahaya yang tersisa di antara gelap, sepotong waktu yang...

Seperti kata pak Sapardi

Di bawah hujan yang turun di bulan Juni, Ada perasaan yang mengalir bersama tetes-tetesnya, Mengalir dalam diam, menggenangi relung hati, Menghanyutkan ingatan pada sosokmu yang jauh. Hujan yang jatuh perlahan, Seperti bisikan lembut dari angkasa, Mengisi kekosongan yang hening, Menyentuh rasa yang tak terungkapkan. Setiap tetesnya adalah cerita, Tentang hari-hari yang kita lewati bersama, Tentang senyum yang pernah menghiasi senja, Namun kini hanya tinggal bayangan samar. Dalam setiap rintik hujan, Ada harapan yang kusematkan, Agar jarak yang memisahkan segera sirna, Dan kita bisa bersama lagi dalam nyata. Bulan Juni yang dingin dan lembab, Menyimpan sejuta kenangan dalam tetes airnya, Seperti hatiku yang penuh oleh ingatan, Namun tak mampu mengungkapkan isi hatinya. Di setiap deras hujan yang turun, Aku teringat pada suara tawamu, Yang mengalir seperti aliran sungai, Menenangkan setiap resah yang ada. Hujan di bulan Juni adalah saksi bisu, Perasaan yang tumbuh dalam sunyi...

Dua Awan di Langit yang Sama

Kita bagai dua awan yang mengembara,   terikat oleh angin yang sama,   namun selalu terhalang cakrawala   yang memisahkan rindu dari nyata.   Kau adalah senja yang kusimpan dalam doa,   warna jingga yang mengalun pelan,   sedang aku hanyalah fajar   yang selalu datang terlalu pagi—   terlalu cepat untuk menyapamu,   terlambat untuk menahanmu pergi.   Di antara kita, ada musim yang bersekongkol:   hujan menjadikan kita asing,   matahari menjadikan kita bayang-bayang,   dan malam—   ah, malam hanya diam   memungut sisa-sisa percakapan   yang tak sempat terucap.   Pernahkah kau dengar   bisik dedaunan saat rintik mulai turun?   Itulah suara kerinduanku:   senyap, basah,   terbawa arus selokan yang tak punya muara,   mengalir ke laut yang tak tahu   bet...