Skip to main content

Tinta dan Kertas


Kamu adalah riuh yang aku bicarakan pada tinta dan kertas sedangkan kata-kata adalah saksi yang berdiam dalam sunyi. Perihal rasa, mereka adalah teman setia. Tentang rindu, adalah ia yang tak pernah jemu mengendap syahdu. Lalu kamu, menjelma senandika yang kusimpan rapat-rapat. Tanpa isyarat, tanpa syarat. 

Walau kita sudah lama tak bertemu dan menyapa, kamu tetap hadir menjadi bayang-bayang di kepala. Berharap hanya sementara, lalu hilang tak bersisa, semoga. Tetapi sayangnya, justru tetap merua saat tak lagi berjumpa. Tanpa titah, tanpa aba-aba mulai mempertanyakan segala logika. 

Kamu adalah tentang apa-apa yang tak pernah tersampaikan. Dari segala kata dan jeda yang tak kunjung terlihat habisnya. Mengalir ke satu tempat tujuan. Lalu berkumpul pada sebuah fakta, bahwa inilah yang aku rasakan.

Kemudian aku jatuh, berkali-kali diruntuhkan oleh realita.

Aku yang menginginkanmu, harus sadar bahwa kamu ternyata menginginkan seorang yang lain.  

Bahkan setelah banyak purnama, setelah banyak puan datang menawarkan cinta, rasaku tetap tak berubah. Tetap sama. Tetap bermuara padamu.

Kamu adalah tentang kata yang selalu kuharapkan tetap menjadi "kita". Sejumput kisah yang ingin kutuliskan dari doa yang aku langitkan. Sebuah ketidakmungkinan yang terus aku semogakan



Jakarta, 1 Juni 2021

Comments

Popular posts from this blog

Seperti kata pak Sapardi

Di bawah hujan yang turun di bulan Juni, Ada perasaan yang mengalir bersama tetes-tetesnya, Mengalir dalam diam, menggenangi relung hati, Menghanyutkan ingatan pada sosokmu yang jauh. Hujan yang jatuh perlahan, Seperti bisikan lembut dari angkasa, Mengisi kekosongan yang hening, Menyentuh rasa yang tak terungkapkan. Setiap tetesnya adalah cerita, Tentang hari-hari yang kita lewati bersama, Tentang senyum yang pernah menghiasi senja, Namun kini hanya tinggal bayangan samar. Dalam setiap rintik hujan, Ada harapan yang kusematkan, Agar jarak yang memisahkan segera sirna, Dan kita bisa bersama lagi dalam nyata. Bulan Juni yang dingin dan lembab, Menyimpan sejuta kenangan dalam tetes airnya, Seperti hatiku yang penuh oleh ingatan, Namun tak mampu mengungkapkan isi hatinya. Di setiap deras hujan yang turun, Aku teringat pada suara tawamu, Yang mengalir seperti aliran sungai, Menenangkan setiap resah yang ada. Hujan di bulan Juni adalah saksi bisu, Perasaan yang tumbuh dalam sunyi...

Usang

Kita ialah suatu hal yang usang dan enggan asing. Menolak melupa bahwa segalanya telah kau buat. Menciptakan ilusi yang membuatku mematung. Kau, ialah sosok paling ulung. Merasuk masuk dalam relung hati yang tengah buntung. Kini dirimu layaknya fatamorgana dalam hamparan gurun di bawah sang surya. Hanya sebuah ilusi yang tak akan pernah tergapai walau seberapa kuat berusaha. Enggan digapai walau sebatas menaruh rasa. Kita, ialah sebuah usang yang enggan asing. Semakin lekang dan terus menggantung. Jakarta, 31 Juli 2023

Malu

Apa kau ingat tentang malam itu? Ketika langkah tak lagi searah dan kamu meninggalkanku di belakang, bersama kerapuhan, asa mengangkasa agar kau pun terluka seperti yang ditimpakan padaku Jika pun kau tak melihat kehancuran raga ini Aku meratap, berharap, kau akan merasakannya Aku tak ingin membuat drama, mengajak semua netra menyaksikan agar tahu seperti apa kisahnya Ketahuilah, aku masih ingin menyimpanmu seorang diri Bersama kepingan-kepingan hati yang berserakan, dalam hati aku berharap, kau tetap ada di sana Aku tak menyangkal ketika kau dan dia menghancurkan seluruh percayaku Sayang, tetapi semua kesakitan ku karena terlampau sibuk merajut bahagiamu Salahku tak dapat memperbaiki ketidaksempurnaan ku Kau dan dia, dan aku bersama air mata yang menusuk seperti kepingan kaca, hancur berkeping Aku berharap dapat diperbaiki, tetapi rusaknya sangat parah Hingga tiba langkahku di depan sebuah komedi putar, memandang ke atas, terjuntai pada realita... Bahkan ketika rasaku luru...