Ia datang seperti kabut pagi, Mengendap dalam relung jiwa yang sunyi. Sosoknya bagai sulaman awan di cakrawala, Menari-nari dalam sudut mata yang lelah. Kureguk namanya bagai anggur merah, Memabukkan benak, membutakan arah. Kuukir wajahnya di kanvas imajinasi, Lukisan indah penuh delusi. Kubisikkan rahasia ke telinga angin, Berharap sampai pada gendang telinganya. Namun kata-kata itu terhempas ke dasar jurang, Tak pernah sampai, seperti surat dalam botol. Kurajut kasih dari benang-benang harapan, Merangkai mimpi di batas nyata dan khayalan. Menciptakan simfoni dari keheningan, Mendengar melodi yang tak pernah ada. Kubangun istana megah di atas pasir, Dengan menara setinggi angan-angan. Perlahan ombak waktu mengikisnya, Menyisakan puing-puing kenangan. Kulihat wajahnya terpantul di cermin waktu, Namun ketika kusentuh, pecahlah kaca itu. Melukai tanganku dengan serpihan kenyataan, Bahwa ia tak lebih dari fatamorgana. Seperti Pygmalion yang mencinta patungnya, Kuciptakan dirim...
Di bawah hujan yang turun di bulan Juni, Ada perasaan yang mengalir bersama tetes-tetesnya, Mengalir dalam diam, menggenangi relung hati, Menghanyutkan ingatan pada sosokmu yang jauh. Hujan yang jatuh perlahan, Seperti bisikan lembut dari angkasa, Mengisi kekosongan yang hening, Menyentuh rasa yang tak terungkapkan. Setiap tetesnya adalah cerita, Tentang hari-hari yang kita lewati bersama, Tentang senyum yang pernah menghiasi senja, Namun kini hanya tinggal bayangan samar. Dalam setiap rintik hujan, Ada harapan yang kusematkan, Agar jarak yang memisahkan segera sirna, Dan kita bisa bersama lagi dalam nyata. Bulan Juni yang dingin dan lembab, Menyimpan sejuta kenangan dalam tetes airnya, Seperti hatiku yang penuh oleh ingatan, Namun tak mampu mengungkapkan isi hatinya. Di setiap deras hujan yang turun, Aku teringat pada suara tawamu, Yang mengalir seperti aliran sungai, Menenangkan setiap resah yang ada. Hujan di bulan Juni adalah saksi bisu, Perasaan yang tumbuh dalam sunyi...