Skip to main content

Posts

Seperti kata pak Sapardi

Di bawah hujan yang turun di bulan Juni, Ada perasaan yang mengalir bersama tetes-tetesnya, Mengalir dalam diam, menggenangi relung hati, Menghanyutkan ingatan pada sosokmu yang jauh. Hujan yang jatuh perlahan, Seperti bisikan lembut dari angkasa, Mengisi kekosongan yang hening, Menyentuh rasa yang tak terungkapkan. Setiap tetesnya adalah cerita, Tentang hari-hari yang kita lewati bersama, Tentang senyum yang pernah menghiasi senja, Namun kini hanya tinggal bayangan samar. Dalam setiap rintik hujan, Ada harapan yang kusematkan, Agar jarak yang memisahkan segera sirna, Dan kita bisa bersama lagi dalam nyata. Bulan Juni yang dingin dan lembab, Menyimpan sejuta kenangan dalam tetes airnya, Seperti hatiku yang penuh oleh ingatan, Namun tak mampu mengungkapkan isi hatinya. Di setiap deras hujan yang turun, Aku teringat pada suara tawamu, Yang mengalir seperti aliran sungai, Menenangkan setiap resah yang ada. Hujan di bulan Juni adalah saksi bisu, Perasaan yang tumbuh dalam sunyi
Recent posts

Sequence 3

Dalam malam yang sunyi setelah empat purnama, di bawah cahaya bintang yang tak berujung, Sebuah kerinduan yang mendalam bergerak, mengalahkan cahaya bulan yang terang. Gema dari sebuah harapan, diterbisikkan dalam terbangnya angin, Ini adalah kerinduan untukmu, ksatria abadi hatiku. Dalam kesendirian fajar, saat dunia tergerak oleh cahaya, Kerinduan yang mendalam masih tinggal, diam dalam pandangan pagi. Kenangan dari sentuhan, merintih di terangnya siang, Ini adalah kerinduan akan kehadiranmu, kebahagiaan abadi jiwaku. Dalam hiruk-pikuk hari, di bawah kekuatan matahari yang ganas, Kerinduan yang mendalam tumbuh, tersembunyi dari pandangan biasa. Jejak senyuman, hilang di waktu yang ketat, Ini adalah kerinduan akan tawa mu, penerbangan abadi semangatku. Dalam sinar lembut senja, saat hari kehilangan pertarungannya, Kerinduan yang mendalam mekar, dalam malam yang akan datang. Sebuah potongan janji, tak terucap namun terang, Ini adalah keinginan akan cintamu, cahaya kekal dal

Usang

Kita ialah suatu hal yang usang dan enggan asing. Menolak melupa bahwa segalanya telah kau buat. Menciptakan ilusi yang membuatku mematung. Kau, ialah sosok paling ulung. Merasuk masuk dalam relung hati yang tengah buntung. Kini dirimu layaknya fatamorgana dalam hamparan gurun di bawah sang surya. Hanya sebuah ilusi yang tak akan pernah tergapai walau seberapa kuat berusaha. Enggan digapai walau sebatas menaruh rasa. Kita, ialah sebuah usang yang enggan asing. Semakin lekang dan terus menggantung. Jakarta, 31 Juli 2023

Terimakasih Juni

apakah kau pernah dengar soal hujan dengan tanah? bagaimana bisa kedua hal itu dapat begitu terhubung apakah kau pernah tau betapa berharganya hujan bagi tanah? apa kau dapat menyadari betapa pentingnya tanah bagi hujan? seolah terdengar aneh memang, seolah masih melihat tatapan yang sama ketika melihat hujan tapi jika diingat.. tanpa hadirnya hujan tanah tidak dapat menghidupi apa yang tumbuh di atasnya begitupun hujan, tanpa adanya tanah hujan pun tidak dapat mengihdupi apa yang tumbuh di atas daratan dengan hadirnya hujan tanaman dapat seolah menari dan menghiasi bumi dengan adanya hujan membuat arti kehidupan sesungguhnya sama halnya dengan tanah.. dengan hadirnya tanah deburan ombak dapat seolah bernyanyi dengan hadirnya tanah pula dapat melengkapi nanyian serta tarian ombak di tengah sunyi sungguh, banyak yang mati karena kekeringan karena hujan tak kunjung datang sungguh, banyak yang mati karena erupsi karena tanah tak lagi mampu berdiri dan sungguh, jangan paksa kit

Nama Tengah

Dari mencintaimu, aku belajar apa artinya kegagalan. Bukan berarti sebelumnya aku tidak pernah gagal. Hanya saja, baru saat mencintaimu aku sepertinya berhasil menerima rasa pahit dari kegagalan itu dengan jiwa yang lebih terbuka. Entah kenapa. Dari mencintaimu juga, aku belajar apa itu kekalahan. Tentu tidak berarti sebelumnya aku tidak pernah kalah, sudah sering, bahkan barangkali “kalah” telah menjadi nama tengahku. Hanya saja, memandang bahwa kalah adalah senjata terbaik Tuhan untuk membentuk diriku jauh lebih utuh, baru bisa kupahami setelah mengenalmu. Heran juga kenapa bisa seperti itu. Aku tidak tahu, apakah murni karena kamu ataukah memang sudah waktunya aku mendewasa dari setiap keping sakit yang menjadi koleksi dalam etalase hidupku. Barangkali begitu. Dan aku percaya, bahwa jalan ini masih begitu panjang. Patah hati bukan alasan untuk berhenti berjuang. Berjuang menata hidupku sendiri tentunya. Bukan untukmu atau untuk sesiapa di luar sana. Namun untukku, untuk