Ia datang seperti kabut pagi,
Mengendap dalam relung jiwa yang sunyi.
Sosoknya bagai sulaman awan di cakrawala,
Menari-nari dalam sudut mata yang lelah.
Kureguk namanya bagai anggur merah,
Memabukkan benak, membutakan arah.
Kuukir wajahnya di kanvas imajinasi,
Lukisan indah penuh delusi.
Kubisikkan rahasia ke telinga angin,
Berharap sampai pada gendang telinganya.
Namun kata-kata itu terhempas ke dasar jurang,
Tak pernah sampai, seperti surat dalam botol.
Kurajut kasih dari benang-benang harapan,
Merangkai mimpi di batas nyata dan khayalan.
Menciptakan simfoni dari keheningan,
Mendengar melodi yang tak pernah ada.
Kubangun istana megah di atas pasir,
Dengan menara setinggi angan-angan.
Perlahan ombak waktu mengikisnya,
Menyisakan puing-puing kenangan.
Kulihat wajahnya terpantul di cermin waktu,
Namun ketika kusentuh, pecahlah kaca itu.
Melukai tanganku dengan serpihan kenyataan,
Bahwa ia tak lebih dari fatamorgana.
Seperti Pygmalion yang mencinta patungnya,
Kuciptakan dirimu dari batu imajinasi.
Namun nafasku tak sekuat dewa-dewa,
Untuk menghidupkan cinta yang tak bernyawa.
April datang dengan senyum jenaka,
Membawa kartu bertuliskan "Fool" di dahinya.
Seperti diriku yang terjebak dalam permainan,
Menjadi badut dalam sirkus delusi.
Seperti kuncup mawar yang akhirnya mekar,
Hatiku kini belajar menerima.
Bayang-bayangmu kulepas ke angkasa,
Bagai lampion yang terbang membawa doa.
Di tanah yang pernah kugaram dengan air mata,
Kini kutanam benih-benih harapan baru.
Bukan lagi untuk mengejar fatamorgana di padang pasir,
Tapi untuk menghijaukan kebun hatiku sendiri.
Selamat datang, wahai April yang membuatku terjatuh,
Terima kasih untuk pelajaran yang membuatku terbang.
Kini kureguk madu kesadaran dari bunga pengalaman,
Dan kurentangkan sayap kupu-kupu yang lahir dari kepompong delusi.
Jakarta, 01 April 2025
Comments
Post a Comment