Skip to main content

Dermaga Tua

Sepi terasa bersahabat dalam beberapa lini masa sebelumnya
sosok dermaga tua nan usang
berantakan, tidak berbentuk, penuh dengan warna warna kelabu

sampai suatu saat ada sesosok yang datang menghampiri untuk berbagi dan memberi arti
membantu menata kepercayaan diri
membuka pandangan bahwa samudra tidak sesempit itu
ya, tepat pada bulan ini
bulan Juli

sejak kau memutuskan untuk menetap, tidak jarang kita melalui angin malam yang seolah menusuk hingga ke sanubari
melalui badai yang begitu hebat datang menantang
dan untuk pertama kalinya dermaga tua itu memiliki arti
arti untuk saling melindungi
arti untuk saling berbagi
dan merasakan hidup kembali

setelah semua dilewati
ntah apa dan kenapa
banyak pertanyaan yang membenak dalam diri
ya, tepat 10 purnama terlewati kau memutuskan untuk berlayar pergi
pergi meninggalkan berjuta pertanyaan serta pernyataan-pernyataan yang menjatuhkan harga diri
ntah kesalahan seperti apa yang dilakukan oleh sang dermaga
seakan mengintai dan menghantui
tanpa tau apa maksud dibalik semua ini
sang dermagapun kembali terkoyak sepi
sepi yang telah lama pergi ketika sesosok bak bidadari datang dan membeti arti

kini, sang dermaga tua hanya bisa meratapi dan menghitung berapa banyak badai serta purnama datang silih berganti untuk berharap kau kembali..


Jakarta, 1 Juli 2020

Comments

Popular posts from this blog

Usang

Kita ialah suatu hal yang usang dan enggan asing. Menolak melupa bahwa segalanya telah kau buat. Menciptakan ilusi yang membuatku mematung. Kau, ialah sosok paling ulung. Merasuk masuk dalam relung hati yang tengah buntung. Kini dirimu layaknya fatamorgana dalam hamparan gurun di bawah sang surya. Hanya sebuah ilusi yang tak akan pernah tergapai walau seberapa kuat berusaha. Enggan digapai walau sebatas menaruh rasa. Kita, ialah sebuah usang yang enggan asing. Semakin lekang dan terus menggantung. Jakarta, 31 Juli 2023

Nama Tengah

Dari mencintaimu, aku belajar apa artinya kegagalan. Bukan berarti sebelumnya aku tidak pernah gagal. Hanya saja, baru saat mencintaimu aku sepertinya berhasil menerima rasa pahit dari kegagalan itu dengan jiwa yang lebih terbuka. Entah kenapa. Dari mencintaimu juga, aku belajar apa itu kekalahan. Tentu tidak berarti sebelumnya aku tidak pernah kalah, sudah sering, bahkan barangkali “kalah” telah menjadi nama tengahku. Hanya saja, memandang bahwa kalah adalah senjata terbaik Tuhan untuk membentuk diriku jauh lebih utuh, baru bisa kupahami setelah mengenalmu. Heran juga kenapa bisa seperti itu. Aku tidak tahu, apakah murni karena kamu ataukah memang sudah waktunya aku mendewasa dari setiap keping sakit yang menjadi koleksi dalam etalase hidupku. Barangkali begitu. Dan aku percaya, bahwa jalan ini masih begitu panjang. Patah hati bukan alasan untuk berhenti berjuang. Berjuang menata hidupku sendiri tentunya. Bukan untukmu atau untuk sesiapa di luar sana. Namun untukku, untuk

Seperti kata pak Sapardi

Di bawah hujan yang turun di bulan Juni, Ada perasaan yang mengalir bersama tetes-tetesnya, Mengalir dalam diam, menggenangi relung hati, Menghanyutkan ingatan pada sosokmu yang jauh. Hujan yang jatuh perlahan, Seperti bisikan lembut dari angkasa, Mengisi kekosongan yang hening, Menyentuh rasa yang tak terungkapkan. Setiap tetesnya adalah cerita, Tentang hari-hari yang kita lewati bersama, Tentang senyum yang pernah menghiasi senja, Namun kini hanya tinggal bayangan samar. Dalam setiap rintik hujan, Ada harapan yang kusematkan, Agar jarak yang memisahkan segera sirna, Dan kita bisa bersama lagi dalam nyata. Bulan Juni yang dingin dan lembab, Menyimpan sejuta kenangan dalam tetes airnya, Seperti hatiku yang penuh oleh ingatan, Namun tak mampu mengungkapkan isi hatinya. Di setiap deras hujan yang turun, Aku teringat pada suara tawamu, Yang mengalir seperti aliran sungai, Menenangkan setiap resah yang ada. Hujan di bulan Juni adalah saksi bisu, Perasaan yang tumbuh dalam sunyi