Skip to main content

1 / 365

Pergantian tahun kali ini ramai jika dirasa,
turunnya hujan di iringi oleh letusan petasan dan kembang api ala tahun baru
Jalanan dan mall serta tempat wisata dipenuhi oleh pengunjung untuk menikmati
Semua elemen turit memeriahkan, berbagi asa, suka dan duka, serta resolusi di meriahkan

Tapi entah mengapa di tahun ini sedikit berbeda agaknya
Ada suatu hal yang menjadi tujuan selama ini
Yang menjadi titik selama ini
Menginginkan untuk pergi...

Jujur saja, saya belum siap, puan
Jujur saja, saya tidak bisa, puan
Jujur saja, saya hanya ingin bersamamu, puan

Izinkan hamba yang menghamba ini mendapatkan sedikit kesempatan
Izinkan hamba yang menghamba ini mendapatkan secercah harapan
Izinkan hamba yang menghamba ini diberikan kepercayaan, setidaknya untuk terakhir kali

Sungguh, entah apa yang akan yang akan terjadi jika hamba tanpa puan,
Entah seperti apa hamba sampai hari ini jika tanpa puan
Entah seperti apa, jika nanti tidak bersama, puan

Maafkan atas segala aku untuk keakuan aku
Maafkan bila ego diri yang selama inj di kedepankan
Maafkam bahkan sampai kata maafpun mungkin tidak cukup pantas diucapkan atas kesalahan hamba

Sungguh, penyesalan selalu datang di akhir
Izinkan hamba memohon, berikan dan izinkanlah walau hanya 1 kali untuk memperbaiki yang telah hamba rusak.
Karena sungguh, kedatangan hamba bukan untuk merusak walaupun sulit untuk memperbaiki.

Izinkan hamba untuk memperjuangkan
Izinkan hamba untuk membuktikan

Sungguh memilukan
Sungguh, sosokmu selalu bisa menenangkan hamba
Walau terkadang terheran mengapa
Sungguh, sosokmu banyak menyelamatkan, dan
Sungguh...
Aku sangat mencitaimu...

Comments

Popular posts from this blog

5%

Dia selalu datang ketika langit mulai kehilangan birunya, ketika senja merangkak pelan dari balik jendela. Seperti daun yang jatuh tak memilih tanah, begitu pula dirinya—tak pernah memilih untuk berhenti meminta, berharap, atau berdoa. Entah sejak kapan angka itu melekat dalam benaknya: lima persen. Sebuah fraksi yang mungkin bagi banyak orang tak berarti apa-apa, tapi baginya, itu adalah seluruh ruang yang tersisa di antara kepastian dan kehampaan.   Dunia ini luas, pikirnya. Setiap detik, ada jutaan tangan terkatup, jutaan bibir berbisik permintaan. Tapi dari semua itu, hanya segelintir yang sampai—seperti butiran debu yang tersaring oleh angin, hanya sedikit yang benar-benar menempel. mendapat lima persen.   Lima persen mungkin terkesan kecil, tapi kalau itu adalah lima persen dari seluruh dunia, dari seseorang yang tak pernah berhenti memintanya—maka itu bukan lagi sekadar angka. Itu adalah sisa cahaya yang tersisa di antara gelap, sepotong waktu yang...

Seperti kata pak Sapardi

Di bawah hujan yang turun di bulan Juni, Ada perasaan yang mengalir bersama tetes-tetesnya, Mengalir dalam diam, menggenangi relung hati, Menghanyutkan ingatan pada sosokmu yang jauh. Hujan yang jatuh perlahan, Seperti bisikan lembut dari angkasa, Mengisi kekosongan yang hening, Menyentuh rasa yang tak terungkapkan. Setiap tetesnya adalah cerita, Tentang hari-hari yang kita lewati bersama, Tentang senyum yang pernah menghiasi senja, Namun kini hanya tinggal bayangan samar. Dalam setiap rintik hujan, Ada harapan yang kusematkan, Agar jarak yang memisahkan segera sirna, Dan kita bisa bersama lagi dalam nyata. Bulan Juni yang dingin dan lembab, Menyimpan sejuta kenangan dalam tetes airnya, Seperti hatiku yang penuh oleh ingatan, Namun tak mampu mengungkapkan isi hatinya. Di setiap deras hujan yang turun, Aku teringat pada suara tawamu, Yang mengalir seperti aliran sungai, Menenangkan setiap resah yang ada. Hujan di bulan Juni adalah saksi bisu, Perasaan yang tumbuh dalam sunyi...

Dua Awan di Langit yang Sama

Kita bagai dua awan yang mengembara,   terikat oleh angin yang sama,   namun selalu terhalang cakrawala   yang memisahkan rindu dari nyata.   Kau adalah senja yang kusimpan dalam doa,   warna jingga yang mengalun pelan,   sedang aku hanyalah fajar   yang selalu datang terlalu pagi—   terlalu cepat untuk menyapamu,   terlambat untuk menahanmu pergi.   Di antara kita, ada musim yang bersekongkol:   hujan menjadikan kita asing,   matahari menjadikan kita bayang-bayang,   dan malam—   ah, malam hanya diam   memungut sisa-sisa percakapan   yang tak sempat terucap.   Pernahkah kau dengar   bisik dedaunan saat rintik mulai turun?   Itulah suara kerinduanku:   senyap, basah,   terbawa arus selokan yang tak punya muara,   mengalir ke laut yang tak tahu   bet...