Skip to main content

Hujan

Ketika air menghantam tanah dengan iramanya, saat itu pula tanda tanya yang membenak terjelaskan.
Aneh, merasa kehilangan bahkan disaat tidak mendekati kata memiliki, 2 kondisi yang bertolak belakang itu yang membuatku terhanyut dalam setiap hantaman hujan terbadap tanah.

Mungkin, saat itu tanah pun ingin mempertanyakan, bagimana bisa setelah hujan menyirami tanah dengan derasnya lalu bisa pergi tanpa bersisa, tapi apalah daya si tanah yang hanya bisa berasumsi, menunggu suatu hal yang selalu menjadi ekspetasi, berlebihan memang, tapi itulah tanah, tidak dapat menuntut hanya bisa menunggu datangnya sang hujan.

Hari demi hari berlalu, dan bodohnya sang tanah tetap menunggu datangnya hujan yang dirindukan membanjirinya, dan ketika hujan itu datang, sang tanahpun menyadari, bahwa hujan yang dirindukan tidaklah merindukan sang tanah, hanya mengugurkan kewajibannya sebagai hujan untuk membasahi, untuk memberikan kehidupan di tanah.

Walaupun hujan bukannya milik tanah, tapi tanah selalu merindukan ketika hujan datang, karena selalu membawa kegembiraan tersendiri bagi sang tanah, terimakasih hujan

                                                     Bandung, 15 Februari 2019

Comments

Popular posts from this blog

Seperti kata pak Sapardi

Di bawah hujan yang turun di bulan Juni, Ada perasaan yang mengalir bersama tetes-tetesnya, Mengalir dalam diam, menggenangi relung hati, Menghanyutkan ingatan pada sosokmu yang jauh. Hujan yang jatuh perlahan, Seperti bisikan lembut dari angkasa, Mengisi kekosongan yang hening, Menyentuh rasa yang tak terungkapkan. Setiap tetesnya adalah cerita, Tentang hari-hari yang kita lewati bersama, Tentang senyum yang pernah menghiasi senja, Namun kini hanya tinggal bayangan samar. Dalam setiap rintik hujan, Ada harapan yang kusematkan, Agar jarak yang memisahkan segera sirna, Dan kita bisa bersama lagi dalam nyata. Bulan Juni yang dingin dan lembab, Menyimpan sejuta kenangan dalam tetes airnya, Seperti hatiku yang penuh oleh ingatan, Namun tak mampu mengungkapkan isi hatinya. Di setiap deras hujan yang turun, Aku teringat pada suara tawamu, Yang mengalir seperti aliran sungai, Menenangkan setiap resah yang ada. Hujan di bulan Juni adalah saksi bisu, Perasaan yang tumbuh dalam sunyi...

Usang

Kita ialah suatu hal yang usang dan enggan asing. Menolak melupa bahwa segalanya telah kau buat. Menciptakan ilusi yang membuatku mematung. Kau, ialah sosok paling ulung. Merasuk masuk dalam relung hati yang tengah buntung. Kini dirimu layaknya fatamorgana dalam hamparan gurun di bawah sang surya. Hanya sebuah ilusi yang tak akan pernah tergapai walau seberapa kuat berusaha. Enggan digapai walau sebatas menaruh rasa. Kita, ialah sebuah usang yang enggan asing. Semakin lekang dan terus menggantung. Jakarta, 31 Juli 2023

Malu

Apa kau ingat tentang malam itu? Ketika langkah tak lagi searah dan kamu meninggalkanku di belakang, bersama kerapuhan, asa mengangkasa agar kau pun terluka seperti yang ditimpakan padaku Jika pun kau tak melihat kehancuran raga ini Aku meratap, berharap, kau akan merasakannya Aku tak ingin membuat drama, mengajak semua netra menyaksikan agar tahu seperti apa kisahnya Ketahuilah, aku masih ingin menyimpanmu seorang diri Bersama kepingan-kepingan hati yang berserakan, dalam hati aku berharap, kau tetap ada di sana Aku tak menyangkal ketika kau dan dia menghancurkan seluruh percayaku Sayang, tetapi semua kesakitan ku karena terlampau sibuk merajut bahagiamu Salahku tak dapat memperbaiki ketidaksempurnaan ku Kau dan dia, dan aku bersama air mata yang menusuk seperti kepingan kaca, hancur berkeping Aku berharap dapat diperbaiki, tetapi rusaknya sangat parah Hingga tiba langkahku di depan sebuah komedi putar, memandang ke atas, terjuntai pada realita... Bahkan ketika rasaku luru...