Skip to main content

Secarik pesan

Tulisan ini saya buat atas keresahan yang terjadi di lingkungan sekitar kampus.
Tahun ajaran baru identik dengan ospek (pbak kami menyebutnya) pengenalan dari mulai Dema U, Sema U, UKM, Primordial, sampai organisasi ekstra kampus (oreks). Untuk sekedar informasi saja, kampus kami memang kental dengan budaya-budaya itu, apa lagi dengan organisasi ekstra (oreks), ya, kampus kami merupakan salah satu kampus yang peminat akan oreksnya besar.
Saling memperkenalkan organisasinya ke MABA itu merupakan hal yang lumrah di kampus kami, ada yang caranya saling menjatuhkan satu sama lain, ada juga yang tidak bisa membedakan mana "rasis" mana "plural", lucu? memang, ah tapi tidak apa-apa, setidaknya mereka masih jelas membela organisasinya. Ada lagi yang alih-alih menjaga mabanya untuk aktif di jurusan dan fakultasnya untuk tahun-tahun awal, saya sepakat soal itu. Tapi sayangnya itu hanya satu kedok penolakan untuk oreks itu sendiri, doktrinisasi sejak dini, pembonsaian pemikiran dimulai dari awal mereka berdiri.
Semua itu memang harus dilewati karena itu bagian dari dinamika kampus, tidak perlu menertawakan bahkan marah, justru dari situ kita belajar apa yang kita perjuangkan.

apa salahnya kami?
di oreks kami tidak di ajarkan untuk menjadi komoditas tapi bagaimana mengasah intelektualitas.
di oreks kami tidak di ajarkan menyimpang dari ajaranNya tapi bagaimana bisa taat kepadaNya.
di oreks kami tidak di ajarkan untuk menjadi politisi tapi kami diajarkan bagaimana caranya berdiskusi.
di oreks kami tidak di ajarkan untuk menjadi mahasiswa pasif, justru kami di tuntut untuk aktif.

Pesan saya untuk para mahasiswa hari ini, "jangan lah kalian melihat organisasi ekstra itu sebegitu sempit jika kalian tidak berada di dalamnya, dan janganlah kalian menganggap bahwa organisasi ekstra sebegitu besar ketika kalian berada di dalamnya, karena dengan atau tanpa kalian di organisasi itu, organisasi itu akan tetap ada dan akan tetap berdiri."

Comments

  1. jadi, butuh kader baru ato ngga nic kalo "tanpa kalian (maba) di organisasi itu, organisasi itu akan tetap ada dan berdiri" ?

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Usang

Kita ialah suatu hal yang usang dan enggan asing. Menolak melupa bahwa segalanya telah kau buat. Menciptakan ilusi yang membuatku mematung. Kau, ialah sosok paling ulung. Merasuk masuk dalam relung hati yang tengah buntung. Kini dirimu layaknya fatamorgana dalam hamparan gurun di bawah sang surya. Hanya sebuah ilusi yang tak akan pernah tergapai walau seberapa kuat berusaha. Enggan digapai walau sebatas menaruh rasa. Kita, ialah sebuah usang yang enggan asing. Semakin lekang dan terus menggantung. Jakarta, 31 Juli 2023

Nama Tengah

Dari mencintaimu, aku belajar apa artinya kegagalan. Bukan berarti sebelumnya aku tidak pernah gagal. Hanya saja, baru saat mencintaimu aku sepertinya berhasil menerima rasa pahit dari kegagalan itu dengan jiwa yang lebih terbuka. Entah kenapa. Dari mencintaimu juga, aku belajar apa itu kekalahan. Tentu tidak berarti sebelumnya aku tidak pernah kalah, sudah sering, bahkan barangkali “kalah” telah menjadi nama tengahku. Hanya saja, memandang bahwa kalah adalah senjata terbaik Tuhan untuk membentuk diriku jauh lebih utuh, baru bisa kupahami setelah mengenalmu. Heran juga kenapa bisa seperti itu. Aku tidak tahu, apakah murni karena kamu ataukah memang sudah waktunya aku mendewasa dari setiap keping sakit yang menjadi koleksi dalam etalase hidupku. Barangkali begitu. Dan aku percaya, bahwa jalan ini masih begitu panjang. Patah hati bukan alasan untuk berhenti berjuang. Berjuang menata hidupku sendiri tentunya. Bukan untukmu atau untuk sesiapa di luar sana. Namun untukku, untuk

Seperti kata pak Sapardi

Di bawah hujan yang turun di bulan Juni, Ada perasaan yang mengalir bersama tetes-tetesnya, Mengalir dalam diam, menggenangi relung hati, Menghanyutkan ingatan pada sosokmu yang jauh. Hujan yang jatuh perlahan, Seperti bisikan lembut dari angkasa, Mengisi kekosongan yang hening, Menyentuh rasa yang tak terungkapkan. Setiap tetesnya adalah cerita, Tentang hari-hari yang kita lewati bersama, Tentang senyum yang pernah menghiasi senja, Namun kini hanya tinggal bayangan samar. Dalam setiap rintik hujan, Ada harapan yang kusematkan, Agar jarak yang memisahkan segera sirna, Dan kita bisa bersama lagi dalam nyata. Bulan Juni yang dingin dan lembab, Menyimpan sejuta kenangan dalam tetes airnya, Seperti hatiku yang penuh oleh ingatan, Namun tak mampu mengungkapkan isi hatinya. Di setiap deras hujan yang turun, Aku teringat pada suara tawamu, Yang mengalir seperti aliran sungai, Menenangkan setiap resah yang ada. Hujan di bulan Juni adalah saksi bisu, Perasaan yang tumbuh dalam sunyi