Skip to main content

PUAN

Sujiwo tedjo bilang "aku ini anjing, aku ini babi, tapi aku adalah kau sebelum dibalut oleh kemunafikan".
aah tapi menurut ku itu terlalu naif, karena "aku ini anjing, aku ini babi, karena memang aku memilih untuk menjadi semua kata bangsat di mata indahmu".

lucu

hari ini padi tidak lagi berdampingan dengan kapas, melainkan dengan kertas!
rantai tidak lagi besi, tapi lingkaran delegasi
maaf puan, hamba hanya bercerita tanpa mengert aksara.
terkadang hanya ingin berbicara dengan semesta menggunakan bahasa manusia.

hanya satu,

s a t u

berharap manusia yang penuh kemunafikan seperti hamba dapat bercerita dengan semesta, dan memberi tahu apapun yang menjadi keluh kesah.
apa artinya matahari ? apa artinya angin sejuk di tengah teriknya,
sampai nanti, ku tunggu waktu yang di nantikan, senja.
selalu bahagia ketika kehadirannya datang, seolah menenangkan jiwa, melihat burung2 tertawa bercerita kepada gemericik air.

apalah hamba, tanpa hadirnya puan
apalah arti emas tanpa hadirnya tembaga

sama halnya apa pentingnya kata "salah" untuk kata "benar"

1 kata, dapat menjadi seribu makna, karena aksara kami di serang dan karena aksara kami sengsara

kami memang kaya bahasa, tapi sayang miskin aksara, oh nunsantara

beruntung di satukan dalam kata "berbahasa satu, bahasa indonesia" tapi apa nyatanya ? hanya di ibu kota, coba liat saudara kita yang jauh di sana, mereka mana tau soal bahasa, kecuali para penguasa, sehingga di butakan oleh retorika yang tak beretika!

semua di kangkangi oleh kekuasaan, tapi nyatanya pembonsaian pengetahuan.

idealisme tembok terakhir bagi mahasiswa kata tan malaka, tapi apa ? kerjasama dengan aparat dalam membuat seminar, tapi giliran di tendang berbicara seperti sonar.

sungguh, kalau kau tau, ku yakin kau tak akan pernah mau seperti ku.

karena tawa mu, kini membuat orang lain tersenyum pula puan.

jadi tolong lah, berhenti
berhenti menyalahkan dirimu atas apa yg kau rasakan, berhenti untuk membuat diriumu murung.

maaf hanya ingin berbicara padamu, puan.

Comments

Popular posts from this blog

5%

Dia selalu datang ketika langit mulai kehilangan birunya, ketika senja merangkak pelan dari balik jendela. Seperti daun yang jatuh tak memilih tanah, begitu pula dirinya—tak pernah memilih untuk berhenti meminta, berharap, atau berdoa. Entah sejak kapan angka itu melekat dalam benaknya: lima persen. Sebuah fraksi yang mungkin bagi banyak orang tak berarti apa-apa, tapi baginya, itu adalah seluruh ruang yang tersisa di antara kepastian dan kehampaan.   Dunia ini luas, pikirnya. Setiap detik, ada jutaan tangan terkatup, jutaan bibir berbisik permintaan. Tapi dari semua itu, hanya segelintir yang sampai—seperti butiran debu yang tersaring oleh angin, hanya sedikit yang benar-benar menempel. mendapat lima persen.   Lima persen mungkin terkesan kecil, tapi kalau itu adalah lima persen dari seluruh dunia, dari seseorang yang tak pernah berhenti memintanya—maka itu bukan lagi sekadar angka. Itu adalah sisa cahaya yang tersisa di antara gelap, sepotong waktu yang...

Seperti kata pak Sapardi

Di bawah hujan yang turun di bulan Juni, Ada perasaan yang mengalir bersama tetes-tetesnya, Mengalir dalam diam, menggenangi relung hati, Menghanyutkan ingatan pada sosokmu yang jauh. Hujan yang jatuh perlahan, Seperti bisikan lembut dari angkasa, Mengisi kekosongan yang hening, Menyentuh rasa yang tak terungkapkan. Setiap tetesnya adalah cerita, Tentang hari-hari yang kita lewati bersama, Tentang senyum yang pernah menghiasi senja, Namun kini hanya tinggal bayangan samar. Dalam setiap rintik hujan, Ada harapan yang kusematkan, Agar jarak yang memisahkan segera sirna, Dan kita bisa bersama lagi dalam nyata. Bulan Juni yang dingin dan lembab, Menyimpan sejuta kenangan dalam tetes airnya, Seperti hatiku yang penuh oleh ingatan, Namun tak mampu mengungkapkan isi hatinya. Di setiap deras hujan yang turun, Aku teringat pada suara tawamu, Yang mengalir seperti aliran sungai, Menenangkan setiap resah yang ada. Hujan di bulan Juni adalah saksi bisu, Perasaan yang tumbuh dalam sunyi...

Dua Awan di Langit yang Sama

Kita bagai dua awan yang mengembara,   terikat oleh angin yang sama,   namun selalu terhalang cakrawala   yang memisahkan rindu dari nyata.   Kau adalah senja yang kusimpan dalam doa,   warna jingga yang mengalun pelan,   sedang aku hanyalah fajar   yang selalu datang terlalu pagi—   terlalu cepat untuk menyapamu,   terlambat untuk menahanmu pergi.   Di antara kita, ada musim yang bersekongkol:   hujan menjadikan kita asing,   matahari menjadikan kita bayang-bayang,   dan malam—   ah, malam hanya diam   memungut sisa-sisa percakapan   yang tak sempat terucap.   Pernahkah kau dengar   bisik dedaunan saat rintik mulai turun?   Itulah suara kerinduanku:   senyap, basah,   terbawa arus selokan yang tak punya muara,   mengalir ke laut yang tak tahu   bet...