Skip to main content

20 TAHUN REFORMASI







Reformasi, dulu itu dirindukan, tapi hari ini hanya sebatas retorika.

Bukan maksud antipati, tapi coba saja lihat sendiri

yang 20 tahun lalu di peringati, 
yang baru beberapa hari seolah tidak terjadi.
Apa daya reformasi cuma ilusi
diciptakan agar kita semua cuma bisa mimpi

Mimpi yang jauh jauh hari sudah dikangkangi
diberi mimpi begitu simpati
tapi orang mati berlalu pergi

Orang mati cuma statistika bagi penguasa
Nyawa manusia dianggap debu yang terbang lalu hilang di lautan kota.

Penguasa pautut bangga,
dengan alih-alih pembagunan gedung-gedung megah,
mereka pikir kita aka lupa ? 
bukan lagi hilang atau mati, tapi ini semua soal manusiawi

Diskusi dilarang, berpikir diserang, bertindak ditendang.
Bagaimana bisa negara ini berharap maju, pikiran kolot masih bersarang.
Dan revousi bukan cuma soal angkat senjata,
yang lebih penting adalah membenahi cara pikir manusia yang kadaluarsa, tunalogika.

Berpikir progresif di anggap represif,
menjadi apatis di paksa aktif,
alih-alih nasional tapi giliran turun aspal yg didapat hanya ilusi capital.

Jadi, macam manalah kaum muda jadi tergerak,
ruang kita dibatasi suara-suara serak. Berak

Comments

Popular posts from this blog

Seperti kata pak Sapardi

Di bawah hujan yang turun di bulan Juni, Ada perasaan yang mengalir bersama tetes-tetesnya, Mengalir dalam diam, menggenangi relung hati, Menghanyutkan ingatan pada sosokmu yang jauh. Hujan yang jatuh perlahan, Seperti bisikan lembut dari angkasa, Mengisi kekosongan yang hening, Menyentuh rasa yang tak terungkapkan. Setiap tetesnya adalah cerita, Tentang hari-hari yang kita lewati bersama, Tentang senyum yang pernah menghiasi senja, Namun kini hanya tinggal bayangan samar. Dalam setiap rintik hujan, Ada harapan yang kusematkan, Agar jarak yang memisahkan segera sirna, Dan kita bisa bersama lagi dalam nyata. Bulan Juni yang dingin dan lembab, Menyimpan sejuta kenangan dalam tetes airnya, Seperti hatiku yang penuh oleh ingatan, Namun tak mampu mengungkapkan isi hatinya. Di setiap deras hujan yang turun, Aku teringat pada suara tawamu, Yang mengalir seperti aliran sungai, Menenangkan setiap resah yang ada. Hujan di bulan Juni adalah saksi bisu, Perasaan yang tumbuh dalam sunyi...

Usang

Kita ialah suatu hal yang usang dan enggan asing. Menolak melupa bahwa segalanya telah kau buat. Menciptakan ilusi yang membuatku mematung. Kau, ialah sosok paling ulung. Merasuk masuk dalam relung hati yang tengah buntung. Kini dirimu layaknya fatamorgana dalam hamparan gurun di bawah sang surya. Hanya sebuah ilusi yang tak akan pernah tergapai walau seberapa kuat berusaha. Enggan digapai walau sebatas menaruh rasa. Kita, ialah sebuah usang yang enggan asing. Semakin lekang dan terus menggantung. Jakarta, 31 Juli 2023

Malu

Apa kau ingat tentang malam itu? Ketika langkah tak lagi searah dan kamu meninggalkanku di belakang, bersama kerapuhan, asa mengangkasa agar kau pun terluka seperti yang ditimpakan padaku Jika pun kau tak melihat kehancuran raga ini Aku meratap, berharap, kau akan merasakannya Aku tak ingin membuat drama, mengajak semua netra menyaksikan agar tahu seperti apa kisahnya Ketahuilah, aku masih ingin menyimpanmu seorang diri Bersama kepingan-kepingan hati yang berserakan, dalam hati aku berharap, kau tetap ada di sana Aku tak menyangkal ketika kau dan dia menghancurkan seluruh percayaku Sayang, tetapi semua kesakitan ku karena terlampau sibuk merajut bahagiamu Salahku tak dapat memperbaiki ketidaksempurnaan ku Kau dan dia, dan aku bersama air mata yang menusuk seperti kepingan kaca, hancur berkeping Aku berharap dapat diperbaiki, tetapi rusaknya sangat parah Hingga tiba langkahku di depan sebuah komedi putar, memandang ke atas, terjuntai pada realita... Bahkan ketika rasaku luru...