Skip to main content

Posts

Showing posts from 2018

Buku itu

Seketika teringat kembali kejadian 7 tahun yang lalu, kejadian dimana sebuah kisah yang berujung cerita hari ini. Hari dimana ketika kita masih lucu-lucunya, masih terlalu lugu dan sok pemberani, ya saat itu. Dengan penuh kepercayaan diri pada tanggal yang sama pada waktu itu ku berikan sesuatu yang mungkin menjadikannya kenangan pada hari ini, buku yang hanya berisikan mimpi-mimpi serta harapan untuk seseorangan yang diharapkan, lucu memang kalau meningatnya, Apa kabar buku itu? jadi ingin melihatnya untuk bernostalgia, semoga kau masih menyimpannya. Ah, tapi setidaknya kejadian itu yang masih mampu membuatku tersenyum kecil ketika harus kembali berangkat, dengan kepala yang sedikit berat untuk di angkat, kepala pusing karena tidur yang singkat untuk mengawali hari ini. Semoga hal yang serupa ada padamu juga, seandainya tidak juga tidak masalah, setidaknya masih ada diri ini yang masih menyimpannya. Maaf tidak ada perubahan yang signifikan, dan maaf hanya bisa menuliskan kisah ini

Senja

Kala mata terpejam, menikmati debur ombak di bibir pantai, itulah konsep idealku mengenai senja. Ada yang bilang senja itu kedamaian ketika dinikmati sendiri dan berubah menjadi kenangan ketika di lewati bersama orang tercinta. Ah, tapi bagiku senja tetaplah senja dinikmatinya bersama maupun sendiri selalu nikmat melewatinya, Merah, oranye, putih, jingga, kira-kira itu warnanya banyak cerita dibalik indahnya cerita yang mungkin manis untuk dikenang atau cerita yang hanya menjadi angan-angan sehabisnya senja, datanglah malam malam yang sepi dan tenang dalam diam kerinduan akan senja ketika malam datang kesedihan dan penantian yang akan bersarang Co balah jadi malam, agar tau rasanya rindu dan cobalah jadi senja, agar kau tau artinya menanti.

Secarik pesan

Tulisan ini saya buat atas keresahan yang terjadi di lingkungan sekitar kampus. Tahun ajaran baru identik dengan ospek (pbak kami menyebutnya) pengenalan dari mulai Dema U, Sema U, UKM, Primordial, sampai organisasi ekstra kampus (oreks). Untuk sekedar informasi saja, kampus kami memang kental dengan budaya-budaya itu, apa lagi dengan organisasi ekstra (oreks), ya, kampus kami merupakan salah satu kampus yang peminat akan oreksnya besar. Saling memperkenalkan organisasinya ke MABA itu merupakan hal yang lumrah di kampus kami, ada yang caranya saling menjatuhkan satu sama lain, ada juga yang tidak bisa membedakan mana "rasis" mana "plural", lucu? memang, ah tapi tidak apa-apa, setidaknya mereka masih jelas membela organisasinya. Ada lagi yang alih-alih menjaga mabanya untuk aktif di jurusan dan fakultasnya untuk tahun-tahun awal, saya sepakat soal itu. Tapi sayangnya itu hanya satu kedok penolakan untuk oreks itu sendiri, doktrinisasi sejak dini, pembonsaian pemiki

Sepi

Di tengah ramainya lampu jalanan, malam ini aku hanya bisa terdiam merenung, entah apa yang difikirkan, seolah menanggung beban yang amat besar, tapi tidak dapat sepatah katapun untuk menggambarkannya. aku merasa hilang, aku merasa kalah tapi entah hilang dari mana dan kalah karena apa atau siapa keadaan seperti ini sangat membingungkan dan sangat mengganggu. mengusir sepi? ya mungkin itu pertanyaannya, tapi entah bagaimana melakukannya, terlalu payah untuk berkata, terlalu malu untuk bicara pada siapa, yang ku butuhkan hanyalah waktu. Dari kejauhan aku melihat sosok yang agak buram, sosok itu pun mendekat dan ternyata sosok seorang kawan. Walaupun hanya sesaat untuk menceritakan apa yang telah dilewati sampai hari ini, mengisi kesepian mungkin itu yang ku butuhkan, kawan.

PAK!

Inna lillahi wa Innaillaihi rojiun. Telah meninggal transparansi dan aspirasi di kampus kita Kampus yang dulu katanya civitas akademika S ekarang disulap menjadi lahan basah oleh para penguasa. Pak! Kami berteriak untuk penjelasan akan penindasan. Pak! Kami berteriak hanya untuk secuil keadilan. Kalau apa - apa pungli lalu apa bedanya dengan pak ogah dipnggir jalan? coba jelaskan pada kami pak. Kami hanya ingin mendengar penjelasan dari bapak yang terhormat. Semoga bapak cukup bermartabat untuk menjelaskannya secara tepat. Semoga persoalan ini dapat diselesaikan dengan cara yang tidak gila. Dari kami keluarga mahasiswa UIN Jakarta.

PUAN

Sujiwo tedjo bilang "aku ini anjing, aku ini babi, tapi aku adalah kau sebelum dibalut oleh kemunafikan". aah tapi menurut ku itu terlalu naif, karena "aku ini anjing, aku ini babi, karena memang aku memilih untuk menjadi semua kata bangsat di mata indahmu". lucu hari ini padi tidak lagi berdampingan dengan kapas, melainkan dengan kertas! rantai tidak lagi besi, tapi lingkaran delegasi maaf puan, hamba hanya bercerita tanpa mengert aksara. terkadang hanya ingin berbicara dengan semesta menggunakan bahasa manusia. hanya satu, s a t u berharap manusia yang penuh kemunafikan seperti hamba dapat bercerita dengan semesta, dan memberi tahu apapun yang menjadi keluh kesah. apa artinya matahari ? apa artinya angin sejuk di tengah teriknya, sampai nanti, ku tunggu waktu yang di nantikan, senja. selalu bahagia ketika kehadirannya datang, seolah menenangkan jiwa, melihat burung2 tertawa bercerita kepada gemericik air. apalah hamba, tanpa hadirnya puan apalah arti

20 TAHUN REFORMASI

Reformasi, du lu itu dirindukan, tapi hari ini hanya sebatas retorika. Bukan maksud antipati, tapi coba saja lihat sendiri yang 20 tahun lalu di peringati,  yang baru beberapa hari seolah tidak terjadi. Apa daya reformasi cuma ilusi diciptakan agar kita semua cuma bisa mimpi Mimpi yang jauh jauh hari sudah dikangkangi diberi mimpi begitu simpati tapi orang mati berlalu pergi Orang mati cuma statistika bagi penguasa Nyawa manusia dianggap debu yang terbang lalu hilang di lautan kota. Penguasa pautut bangga, dengan alih-alih pembagunan gedung-gedung megah, mereka pikir kita aka lupa ?  bukan lagi hilang atau mati, tapi ini semua soal manusiawi Diskusi dilarang, berpikir diserang, bertindak ditendang. Bagaimana bisa negara ini berharap maju, pikiran kolot masih bersarang. Dan revousi bukan cuma soal angkat senjata, yang lebih penting adalah membenahi cara pikir manusia yang kadaluarsa, tunalogika. Berpikir progresif di anggap represif, menjadi apatis di paksa aktif,