Aku ingat saat-saat kau menggenggam tanganku erat. Mengucapkan beberapa kalimat yang tentu saja membuatku amat terpikat. Akhirnya kita memilih untuk berserikat. Menjalin hubungan–yang tak pernah terpikir akan tersekat begitu cepat. Hari-hari terus berjalan dengan pancarona menghiasi awan renjana. Tak pernah sekalipun juga hujan berhasil menjalankan misi untuk menghapus semua pusat bahagia. Semuanya sirna dengan sempurna, tatkala tiba-tiba kau mengajakku bersua. Beberapa jam tergulir dengan normalnya, hingga detik kesekian; jantungku sudah siap meloncat dari tempatnya. Aku tertipu dengan normal dalam prasangka. Kupikir, senyummu masih sama. Bahagiamu masih aku salah satunya. Ternyata tidak begitu fakta yang ada. Dengan secepat kilat, kau berkata, "iya, memang sedang dekat dengannya", "walaupun belum kuberi semuanya". Semua itu terbantah dengan kata-kata yang dulu pernah menjadi saling kita, dengan semua kata yang terlanjur ku percaya. dengan semua kekesal...