Aku mengetahui namamu, meski belum mampu tuk menyambut ragamu. Debar jantungku seperti debur ombak tatkala kau lontarkan frasa melalui jemari yang kau tuang dengan kelakar dan angka--kau mungkin tak ingin tahu bahwa aku terlalu pandir untuk menerjemahkan isi kepalamu. Pernah sekali aku membaca Leviathan, tetapi aku tak sanggup untuk menamatkannya--seperti isi kepalamu yang tidak mudah aku terka. Kau bilang kau sedang menikmati masa senggang sembari menyesap segelas Sephiroth yang kacanya hampir retak, kemudian pikiranmu kau biarkan jatuh bebas di manapun. Bak kanak-kanak yang mengitari taman bermain dengan cita--seolah mereka sanggup bermain untuk selamanya. Kau acap kali menanyakan tujuan keberadaan manusia-manusia malang. Tentang nasib mereka yang disandera deru derita. Sesekali aku ingin menghiburmu dengan dongeng tentang cinta agar kau bisa beristirahat sejenak, maukah kau meluangkan waktumu sebentar saja, meski terdengar klise? Aku rela disetubuhi anal...