Skip to main content

Posts

Showing posts from March, 2021

Lantas

Siang menyingsing seraya embun berpaling Berhias peluh kala surya merajai mata angin Buku lusuh meracau, burung-burung berkicau Aksara berhamburan, inikah pertanda kehilangan? Kuraih diksi yang enggan turun barang sekali Sebab bosan dirangkai menjadi kalimat patah hati Hingga sunyi beranjak pergi, sepi menghkianati Yang tersisa hanya ironi sebagai selimut diri. Kini simfoni tak lagi berdendang di awal hari Sapaan pengganggu mimpi tak lagi menyambangi Hari berat sampai surya tenggelam di ufuk barat Menjadi kisah penat dengan elegi yang melekat. Harapan apalagi yang harus diperjuangkan? Takhta mana lagi yang menjadi kemenangan? Tak ada harap dilingkup bahasa netra berpijak Hanya ada semerbak rindu yang kian menjebak. Aku semakin tersudut di ruang putus asa Merajut dilema di pekatnya ruang tanpa cahaya Elegi tercipta dari percikan bahasa netra Melangitkan aksara—linang kehilangan muara. Jakarta, 01 April 2021

Terlalu

Kamu terlalu sempurna. Untuk kamu yang namanya selalu saya sebut selepas salam di lima waktu, ada banyak harap yang saya gantungkan padamu. Pada lembar-lembar penuh tinta warna-warni, saya berharap suatu saat nanti kita akan bersama dalam satu impian, mengejar bersama apa yang disebut-sebut sebagai masa depan, serta saling menjaga dalam hangat dan manisnya balutan rembulan. Lalu kemudian pada lembar-lembar pemikiran saya yang terlalu bodoh, saya menanamkan bahwa tidak ada kata pantas untuk saya yang bahkan belum bisa apa-apa untukmu yang punya segalanya. Saya mengecilkan diri saya sendiri, saya menyalahkan takdir perihal mengapa saya harus jatuh hati, saya mengeratkan pemikiran bahwa selamanya; kamu tidak akan pernah bisa saya miliki. Karena kamu saya dapat tertawa. Karena kamu saya mampu punya warna. Karena kamu saya bisa jatuh cinta. Karena kamu pula, saya mengerti bahwa mencintai seseorang yang terlalu sempurna adalah sakit paling pahit yang tertunda. Jakarta, 4 Maret 2021